WahanaNews.co | Kepala
Divisi Surveilans dan Riset Klinis Bio Farma yang juga dosen luar biasa
Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran, Novilia Sjafri Bachtiar, tutup usia
karena terpapar Covid-19.
Baca Juga:
Basuki: Penundaan Kenaikan Tarif Tol Akibat Pandemi, Tak Selalu Salah Pemerintah
Novilia sempat mendapatkan perawatan di Rumah Sakit Santosa,
Kota Bandung, sebelum akhirnya meninggal dunia pada, Rabu (7/7) kemarin.
Sementara itu, melalui akun resmi Instagram Universitas
Padjadjaran disampaikan duka dari segenap keluarga besar sivitas kampus.
"Pimpinan dan segenap keluarga besar Universitas
Padjadjaran mengucapkan turut berduka cita atas meninggalnya Dr. Novilia Sjafri
Bachtiar, dr., M.Kes. Semoga almarhumah memperoleh tempat mulia di sisi Tuhan
YME," tulis keterangan @universitaspadjadjaran.
Baca Juga:
Sri Mulyani Sampaikan Perkembangan Perekonomian Indonesia 10 Tahun Terakhir
Terpisah, Kepala Seksi Hubungan Internal/Media Relation PT
Bio Farma Edwin Garna Pringadi juga menyampaikan belasungkawa.
"Kami mewakili keluarga almarhumah, mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya. Mohon dimaafkan apabila almarhumah dalam
menjalankan tugasnya, terdapat kesalahan yang disengaja maupun tidak
disengaja," kata Edwin.
Novilia mengawali karier di Bio Farma sejak 2001, dengan
latar belakang pendidikan di bidang kedokteran.
Meski berbekal ilmu medis, vaksinologi dan uji klinis tetap
menjadi hal baru yang penuh tantangan dan menarik untuk dipelajari baginya.
Melansir biofarma.co.id, Novilia berkisah bahwa ada sebuah
kebanggaan tersendiri ketika ia dan tim pernah merintis satu bagian baru
bernama Evaluasi Produk yang kemudian berubah nama menjadi Uji Klinis.
Bagian ini dibuat saat Bio Farma mulai meluncurkan berbagai
vaksin baru, sehingga dibutuhkan satu bagian khusus yang menangani uji klinis.
"Seperti umumnya peneliti, saya tak boleh berhenti pada
satu kajian saja. Sejak ditempatkan sebagai staf evaluasi produk hingga saat
ini, di Divisi Surveilans & Uji Klinis, saya dituntut untuk terus
mengembangkan pengetahuan dan skill di bidang uji klinis dan imunologi,"
tulisnya dalam biofarma.co.id dikutip Rabu.
Ia menambahkan, banyak upaya yang ditempuh, antara lain
membaca berbagai jurnal, berkontribusi dalam berbagai working group kelas
dunia, training, hingga diskusi dengan para ahli di bidang imunologi, serta
mengoptimalkan kesempatan menempuh pendidikan di bidang S2 dan S3 yang
diberikan oleh Bio Farma.
Sebagai peneliti ia sempat berpesan, menjadi peneliti tidak
boleh mudah dan lekas berpuas diri, tidak ada kata "berhenti" untuk
belajar.
Ketika suatu penyakit dinyatakan nol kasusnya di dunia
(eradikasi) karena keberhasilan vaksin, di masa depan tak tertutup kemungkinan
akan muncul penyakit baru dan peneliti dituntut untuk terus belajar.
"Harapan saya, kita harus siap berlari sejalan dengan
produk baru yang akan dikeluarkan Bio Farma, dari berbagai aspek."
Pada 2017, uji klinis di Bio Farma semakin giat mengembangkan
beberapa studi vaksin. Saat ini, ada 6 fokus uji klinis yang tengah diproses
pada bagian uji klinis, antara lain bOPV, Td pada wanita hamil, vaksin tifoid,
rotavirus, influenza quadrivalent, dan MR.
"Meski harus kerja keras, saya bersyukur Bio Farma
semakin banyak meluncurkan beberapa terobosan baik pada produk vaksin maupun
biosimilar yang diproyeksikan harganya akan lebih terjangkau masyarakat,"
ungkapnya saat itu. [qnt]