WahanaNews.co | Wakil
Presiden Republik Indonesia, Ma"ruf Amin menyatakan pemerintah sedang
menargetkan penghapusan kemiskinan ekstrem pada akhir tahun 2024 dalam rapat
pleno percepatan penanggulangan kemiskinan ekstrem dalam kapasitasnya sebagai
Ketua Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).
Dalam rapat pleno yang diselenggarakan secara virtual itu,
Wapres menekankan upaya pemerintah untuk mencapai target menghilangkan
kemiskinan ekstrem pada akhir 2024.
Baca Juga:
Cak Imin Umumkan Periode 2024-2029 Terakhir Pimpin PKB
Kemiskinan ekstrem yang dimaksud mengacu pada definisi Bank
Dunia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa, yaitu sebesar USD1,9 PPP (purchasing
power parity) per hari.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat kemiskinan
ekstrem Indonesia adalah 4 persen atau sekitar 10,86 juta jiwa. Sementara
tingkat kemiskinan secara umum Indonesia berdasarkan data Maret 2021 adalah
sejumlah 10,14 persen atau 27,54 juta jiwa.
"Penurunan kemiskinan ekstrem menjadi nol persen sejalan
dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals/SDGs)
yang memuat komitmen global untuk menghapuskan kemiskinan ekstrem pada tahun
2030. Namun, Bapak Presiden menugaskan kita semua untuk dapat menuntaskannya
enam tahun lebih cepat, yaitu pada akhir tahun 2024," jelas Ma"ruf dikutip dari
rilis Setwapres pada Kamis (26/8/2021).
Baca Juga:
Depan Asosiasi Haji, Wapres Ma'ruf Amin Singung Soal Pengurus Tandingan
Terkait dengan pengurangan kemiskinan ekstrem, saat ini
pemerintah melalui berbagai Kementerian dan Lembaga serta Pemerintah Daerah
telah melaksanakan banyak program yang terbagi dalam dua kelompok utama, yaitu
kelompok program untuk menurunkan beban pengeluaran rumah tangga miskin, dan
kelompok program untuk meningkatkan produktivitas masyarakat miskin.
Pada 2021, anggaran program dan kegiatan untuk pengurangan
beban pengeluaran melalui bantuan sosial dan subsidi berjumlah Rp. 272,12
triliun, serta anggaran program dan kegiatan untuk pemberdayaan dan peningkatan
produktivitas berjumlah Rp. 168,57 triliun, sehingga alokasi anggaran keseluruhan
adalah Rp. 440,69 triliun.
Namun demikian, tantangan terbesar saat ini adalah bagaimana
membuat program-program tersebut konvergen dan terintegrasi dalam menyasar
sasaran yang sama.
Konvergensi ini penting untuk memastikan berbagai program
terintegrasi mulai dari saat perencanaan sampai pada saat implementasi di
lapangan sehingga dapat dipastikan diterima oleh masyarakat yang berhak.
Konvergensi yang dimaksudkan adalah upaya untuk memastikan
agar seluruh program penanggulangan kemiskinan ekstrem mulai dari tahap
perencanaan, penentuan alokasi anggaran, penetapan sasaran dan pelaksanaan
program tertuju pada satu titik atau lokus yang sama baik itu secara wilayah
maupun target masyarakat yang berhak.
Menyikapi tantangan tersebut, Wapres memberikan arahan agar
semua K/L dan pemda dapat mengidentifikasi program tersebut untuk dilakukan
proses sinkronisasi dan konvergensi untuk difokuskan ke wilayah kantong
kemiskinan ekstrem dan memastikan bahwa rumah tangga miskin ekstrem menerima manfaat
semua program tersebut.
Wapres juga memberikan arahan agar memperbaiki sistem
pensasaran nasional (national targeting system). Itu bisa dimulai dengan
memperbaiki penargetan berdasarkan wilayah, terutama wilayah-wilayah yang
merupakan kantong kemiskinan ekstrem.
Terkait dengan hal tersebut Wapres telah meminta Sekretariat
TNP2K untuk mengidentifikasi 212 Kabupaten/Kota dari 25 provinsi yang merupakan
kantong-kantong kemiskinan dengan cakupan 75% dari jumlah penduduk ekstrem
secara nasional.
Namun demikian untuk 2021 ini, sesuai arahan Presiden agar
penanganan kemiskinan ekstrem dimulai dari tujuh provinsi, yang di tiap-tiap
provinsi dipilih lima kabupaten sebagai fokus, sehingga sudah ditetapkan 35
Kabupaten yang berada pada tujuh provinsi tersebut.
35 kabupaten/kota ini mewakili 20% jumlah penduduk miskin
ekstrem secara nasional. Kelima provinsi tersebut adalah Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, NTT, Maluku, Papua Barat dan Papua. [rin]