Namun, serangga seperti ngengat dan mamalia kecil seperti tikus dapat mendeteksi frekuensi tersebut, sehingga meningkatkan kemungkinan suara-suara tersebut dapat memengaruhi perilaku mereka.
Tulisan yang diterbirkan di jurnal Cell ini menggambarkan bagaimana suara tanaman sekeras ucapan manusia dan lebih sering dikeluarkan setelah dua hari tanpa air. Suara tersebut mencapai puncaknya pada hari kelima atau keenam dan kemudian mereda saat tanaman mengering.
Baca Juga:
Studi Ungkap Alasan Konsumen Indonesia Kepincut dengan Mobil China
Saat merekam suara, para peneliti melatih algoritma kecerdasan buatan untuk mengidentifikasi tanaman dan penyebab stresnya hanya dari suara letupan saja.
Hasil yang didapat disebut tidak 100 persen akurat, tetapi menunjukkan suara tersebut mengandung informasi yang mungkin berguna bagi organisme di lingkungannya.
Cara komunikasi
Baca Juga:
Mau Terlihat Awet Muda? Coba 5 Jenis Olahraga Ini
Para peneliti mengatakan sejauh ini tidak ada bukti suara-suara itu merupakan upaya untuk berkomunikasi.
Namun, Hadany mengatakan suara-suara itu mungkin berguna bagi makhluk di sekitarnya, mungkin mempengaruhi tanaman mana yang dimakan hewan atau tempat serangga bertelur.
Selain itu, tidak jelas bagian apa yang menghasilkan suara-suara itu, tapi para penulis menduga sebuah proses yang disebut kavitasi, di mana kolom air di batang tanaman yang mengalami dehidrasi memecah dan menghasilkan gelembung-gelembung udara. [tum/cnnindonesia]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.