WahanaNews.co, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan bahwa fenomena anomali iklim El Nino di Indonesia akan berakhir dan berganti ke fenomena anomali iklim lainnya, yakni La Nina.
Jika El Nino membawa iklim hangat cenderung kering sehingga Indonesia cenderung dilanda kemarau, sebaliknya La Nina membawa iklim sejuk cenderung basah yang menyebabkan cuaca hujan.
Baca Juga:
BMKG Ungkap di Wilayah Ini, 67 Hari Hujan Tak Turun
BMKG mengungkapkan bahwa Indonesia berpotensi mengalami fenomena La Nina tahun ini setelah fase El Nino berakhir dan masuk ke fase Netral.
Oleh karena itu, BMKG meminta para petani untuk bersiap mengantisipasi dampak yang dapat ditimbulkan oleh La Nina nantinya.
Menurut Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, indeks El Nino-Southern Oscillation (ENSO) sudah mulai beralih ke kondisi Netral dengan indeks sebesar 0,42.
Baca Juga:
Dinsos Kota Bengkulu Siagakan 80 Tagana Antisipasi Dampak Fenomena La Nina
"BMKG memprediksi bahwa La Nina berpotensi terjadi pada semester kedua 2024," katanya.
"Hasil pemantauan suhu permukaan laut di Samudra Pasifik menunjukkan bahwa pada periode dasarian I Mei 2024, ENSO mulai beralih ke kondisi Netral dengan indeks sebesar 0,42. ENSO diprediksi akan terus berada pada fase Netral hingga Juni-Juli dan diprediksi beralih ke fase La Nina pada Juli-Agustus 2024," jelasnya, melansir CNBC Indonesia, Kamis (23/5/2024).
Karena itu, dia meminta petani di Indonesia untuk bersiap menghadapi La Nina. Sebab, umumnya La Nina memberikan dampak berupa peningkatan curah hujan di Indonesia, terutama pada periode musim kemarau.
"Kondisi ini perlu diantisipasi oleh petani, terutama untuk komoditas pertanian yang sensitif terhadap curah hujan seperti tanaman hortikultura," ujar Ardhasena.
Dia juga mengingatkan bahwa terdapat kajian yang menunjukkan potensi meningkatnya gangguan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) pada akhir musim kemarau di tahun La Nina, sehingga para petani perlu mengantisipasinya.
Wilayah Terdampak La Nina
Sebelumnya, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Erma Yulihastin, waspada La Nina telah dinyatakan resmi oleh Biro Meteorilogi Australia (Bureau of Meteorology Australia/ BoM).
"La Nina sudah official ditetapkan oleh BoM Australia bulan ini. Pengaruh atau La Nina berdasarkan data kami hanya terjadi di sebagian Sumatra dan Kalimantan berupa kemarau basah. Kalimantan bagian tengah dan timur alami kemarau basah," kata Erma, mengutip CNBC Indonesia, Kamis (23/5/2024).
"Sementara untuk Jawa, selama Mei-September sebagian besar mengalami musim kemarau yang normal dan cenderung minim hujan," tambahnya.
Untuk itu, Erma mengimbau, petani di wilayah Jawa mengantisipasi potensi tersebut dalam mempertimbangkan jenis tanaman yang akan ditanam.
Menurutnya, tanaman palawija adalah tanaman pangan yang tepat ditanami pada kondisi tersebut.
"Probabilitas La Nina lemah hingga sedang terjadi selama musim kemarau," katanya.
"Terkait kenapa hanya melanda sebagian Sumatra dan Kalimantan, masih butuh kajian. Kemungkinan karena daerah konvergensi antar-tropis atau ITCZ berada di utara ekuator. Juga karena maraknya pembentukan siklon tropis di Belahan Bumi Utara. Hal ini yang membuat La Nina tidak terlalu berdampak untukwilayah di selatan ekuator," jelas Erma.
Ada Dampak Positifnya
Banyak yang mengira bahwa baik El Nino maupun La Nina hanya membawa dampak buruk karena keduanya merupakan anomali iklim yang menandakan bahwa jika fenomena tersebut terjadi, maka kemungkinan buruk juga akan terjadi.
Namun, La Nina tentunya juga dapat membawa efek positif bagi masyarakat di Indonesia. Dari sisi positifnya, La Nina dapat berdampak positif yakni adanya surplus air tanah, sehingga jumlah air tanah yang sebelumnya mungkin berkurang karena efek El Nino, dapat kembali pulih dengan adanya La Nina.
"La Nina lebih dipandang sisi negatifnya saja yang berdampak pada bencana hidrometeorologi. Padahal dalam enam kali La Nina dalam periode 30 tahun terakhir telah terjadi surplus air tanah tahunan di Waeapo-Pulau Buru sebesar 775 mm atau setara dengan 222 persen dari kondisi normalnya," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati saat membuka webinar KedaiIklim#4 BMKG yang bertajuk "La Nina: Manfaatkan Air Hujan Berlimpah Untuk Kesejahteraan dan Pengurangan Risiko Bencana Hidrometeorologi" di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Webinar tersebut bertujuan menggali dampak positif dari peluang air hujan yang berlebih serta meningkatkan sinergi antara Kementerian, Lembaga dan masyarakat untuk penurunan risiko bencana hidrometeorologi dalam tahun basah La Nina.
Lebih lanjut Dwikorita menambahkan, hal tersebut mengindikasikan bahwa La Nina selain memiliki sisi ancaman, namun juga punya peluang positif yang dapat dimanfaatkan seperti panen hujan dan surplus air tanah, peningkatan produktivitas pertanian yang memerlukan banyak air, dan pemanfaatan telaga yang muncul selama tahun basah untuk budidaya ikan air tawar semusim.
"Kita bisa mengambil berkah dari fenomena La Nina sehingga para petani di wilayah yang sudah terkenal selalu kering dan kekurangan air bisa melakukan pemanenan air, dan diakhir musim kemarau transisi yaitu September-Oktober masih bisa melakukan pemanenan kacang tanah," tambah Dwikorita.
Hal senada disampaikan Dekan Sekolah Vokasi UGM Agus Maryono yang juga merupakan pakar Ekohidrolik dan pelopor restorasi sungai Indonesia. Ia mengatakan bahwa seharusnya tahun basah bisa dimanfaatkan.
Daerah kering dan semi kering juga dapat memanfaatkan air berlimpah. Air tanah bisa maksimal terisi begitu pula dengan danau, situ, serta telaga. Alur sungai juga bisa sempurna terbentuk.
"Memang ada ancaman bencana tapi harus dijadikan pengungkit kemajuan dalam segala bidang misalnya pengetahuan, penemuan rekayasa teknologi dan industri, penyediaan sandang, papan dan pangan, daya juang dan motivasi bangsa, sikap tanggap dan peduli serta menjaga alam dan lingkungan," katanya.
Menurut Agus, pemerintah harus menyeting masyarakat untuk melakukan suatu gerakan secara sporadis untuk menghadapi La Nina.
Misalnya dengan susur sungai, sehingga masyarakat di sekitar sungai tahu potensi-potensi sungai yang dapat dimanfaatkan untuk mitigasi maupun untuk pemanfaatan potensi wisata, potensi sumber air, dan potensi perikanan.
"Kalau ada bencana mereka siap karena mereka tahu dimana titiknya dan kalau tidak ada bencana mereka juga tahu manfaatnya sehingga bisa mengungkit kesejahteraan masyarakat," kata Agus.
Begitu pula dari sektor pertanian, Rizaldi Boer dari Pusat Pengelolaan Risiko dan Peluang Iklim Institut Pertanian Bogor (IPB) mengatakan, La Nina punya manfaat bagi pertanian pangan.
La Nina mempunyai dampak positif antara lain peluang percepatan tanam, perluasan area tanam padi baik di lahan sawah irigasi, tadah hujan, maupun ladang.
Dampak positif lainnya yaitu meningkatkan produksi perluasan lahan pasang surut, lahan pesisir akan berkembang lebih baik karena salinitas dapat dikurangi dan perikanan darat bisa dikembangkan lebih awal.
Untuk mengurangi dampak negatif La Nina, perlu dilakukan pembinaan kepada para petani tentang metode pengeringan dan penyimpanan benih, karena curah hujan tinggi saat La Nina dapat memengaruhi kualitas benih.
Masyarakat juga perlu membangun gudang penyimpanan benih serta menyediakan varietas padi tahan rendaman dan melakukan penyesuaian aplikasi pupuk.
Di sisi lain, petani dapat memanfaatkan dampak positif La Nina dengan meningkatkan areal tanam pada musim hujan, terutama pada lahan kering.
Mereka juga dapat memanfaatkan mundurnya akhir musim hujan untuk menanam tanaman umur pendek dan bernilai ekonomi tinggi, serta melakukan adaptasi teknik budidaya pada daerah endemik banjir dan pertanian lahan kering di lahan gambut.
Sebagai langkah antisipasi dampak La Nina, Kementerian Pertanian melakukan tujuh langkah, yaitu pemetaan wilayah rawan banjir, sistem peringatan dini dan pemantauan rutin informasi dari BMKG, membentuk brigade La Nina, gerakan pompanisasi, menggunakan benih tahan genangan, asuransi usaha tani, serta pemberian bantuan benih gratis bagi petani yang mengalami gagal panen dan bantuan alat pengering untuk menyelamatkan hasil panen.
Dari segi sumber daya air, Direktur Bina Teknik SDA Kementerian PU-Pera, Eko Winar Irianto, menyatakan bahwa kondisi La Nina dapat memenuhi kapasitas energi maksimum pada operasional waduk, sementara dalam kondisi El Nino, energi yang dihasilkan akan berkurang.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]