WAHANANEWS.CO, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengumumkan perkembangan terbaru terkait anomali iklim global yang memengaruhi kondisi cuaca di Indonesia.
Fenomena ini ditandai dengan suhu permukaan laut (SPL) atau sea surface temperature (SST) di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur yang lebih rendah dari biasanya, yang dikenal sebagai La Niña.
Baca Juga:
Hujan Deras dan Angin Kencang Ancam Belasan Daerah pada 4-5 Juni, Ini Peringatan BMKG
Menurut laman Climate Early Warning System BMKG, La Niña umumnya diikuti oleh perubahan pola sirkulasi Walker—sirkulasi atmosfer dari timur ke barat di sekitar ekuator—yang dapat berdampak pada pola iklim dan cuaca secara global.
“La Niña bukan sekadar fenomena cuaca biasa, tetapi dapat berdampak pada intensitas hujan dan pola musim di berbagai wilayah,” ujar Kepala BMKG.
La Niña merupakan fenomena berulang yang dapat terjadi setiap beberapa tahun dan bertahan dari beberapa bulan hingga dua tahun. Secara umum, fenomena ini berpotensi meningkatkan curah hujan di Indonesia sebesar 20-40% dibandingkan kondisi normal.
Baca Juga:
Hadapi Musim Kemarau Basah, Tito Minta Stok Pangan Tetap Aman
BMKG menjelaskan bahwa selama bulan Juni, Juli, dan Agustus (JJA), La Niña cenderung meningkatkan curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia.
Sementara itu, pada September, Oktober, dan November (SON), peningkatan curah hujan lebih dominan di wilayah tengah hingga timur Indonesia.
Pada periode Desember, Januari, dan Februari (DJF) serta Maret, April, dan Mei (MAM), dampak La Niña lebih terasa di wilayah timur Indonesia.