Toon dan Robock bersama tim ilmuwan menggunakan pengamatan dari kebakaran hutan besar di British Columbia, Kanada, pada tahun 2017 untuk memperkirakan seberapa tinggi asap dari kota yang terbakar akan naik ke atmosfer.
"Fenomena yang sama mungkin juga terjadi setelah perang nuklir," kata Robock.
Baca Juga:
Soal Invasi Rusia, Dmitry Medvedev: Ada Kemungkinan Perang Nuklir
Sedangkan Nicole Lovenduski, ahli kelautan di University of Colorado Boulder juga melakukan penelitian dampak mengerikan dari perang nuklir Amerika-Rusia terhadap air laut.
Dalam 1-2 tahun setelah perang nuklir, Lovenduski menemukan, pendinginan global akan mempengaruhi kemampuan lautan untuk menyerap karbon, menyebabkan PH meningkat drastis.
"Itu kebalikan dari apa yang terjadi hari ini, karena lautan menyerap karbon dioksida atmosfer dan air menjadi lebih asam," katanya.
Baca Juga:
Pakar Inggris: Jika Tembakkan Nuklir, Rusia Akan Tamat
Dia juga mempelajari apa yang akan terjadi pada aragonit, mineral dalam air laut yang dibutuhkan organisme laut untuk membangun cangkang di sekitar mereka.
Dalam 2 hingga 5 tahun setelah perang nuklir, lautan gelap yang dingin akan mulai mengandung lebih sedikit aragonit, menempatkan organisme dalam bahaya.
Perubahan terbesar pada aragonit akan terjadi di barat daya Samudra Pasifik dan Laut Karibia. Hal itu menunjukkan bahwa ekosistem terumbu karang bisa hilang selama musim dingin nuklir.