WahanaNews.co | Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, mengaku sempat melihat secara langsung kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus.
Taufan menyebut ada beberapa sikap permisif yang menganggap lumrah sikap kekerasan seksual di lingkungan kampus.
Baca Juga:
Komnas HAM sebut Panglima TNI Pusing Anggota Terlibat Kekerasan di Papua
"(Kekerasan seksual di kampus) Sejak dulu, dari dosen terhadap mahasiswa, nggak usah kita tutup tutupi itu terjadi, saya melihat sendiri," kata Taufan dalam diskusi virtual bertajuk 'Pro Kontra Permen PPKS', Sabtu (13/11/2021).
"Tapi sulit diatasi karena tadi, sensitivitas kita soal pelecehan misalnya ya, kecuali kekerasan, langsung semua sensitif. Perundungan itu kita nggak sensitif," imbuhnya.
Taufan mengatakan salah satu tindakan yang dianggap normal oleh banyak orang adalah membicarakan bagian fisik.
Baca Juga:
Sebut “Sambo Bos Mafia”, Ketua Komnas HAM Siap Tanggung Jawab
Padahal, kata Taufan, tindakan tersebut bukan hal normal dan merendahkan martabat seseorang.
"Misalkan ada orang membicarakan bagian fisik dari mahasiswinya, kan itu dianggap sebagai hal yang normal ya, padahal itu nggak normal, itu perendahan martabat," ujarnya.
Menurutnya, banyak mahasiswa yang mengeluh tindakan kekerasan seksual. Dia juga mengatakan kekerasan seksual itu bisa mengganggu psikologis dan juga kondisi belajar mengajar.
"Banyak mahasiswa yang ngeluh kepada kita karena itu dianggap biasa dan normal. Sebetulnya katakanlah mengganggu psikologisnya dan juga mengganggu kondisi belajarnya. Tidak saja dosen, tapi antarmahasiswa, senior," tuturnya.
Lebih lanjut, Taufan mengatakan kekerasan seksual di lingkungan kampus kerap terjadi saat perpeloncoan.
Dia tak menampik bahwa kampus tidak steril dari kekerasan seksual sehingga perlu ada koreksi.
"Dalam perpeloncoan sering terjadi, kita nggak usah nutup-nutupi bahwa kampus bukan hal yang steril dari kesalahan. Saya orang kampus 34 tahun, saya merasa kampus harus berani mengkoreksi dirinya bahwa ada banyak kekeliruan yang harus kita benahi sebagai lembaga pendidikan bagi generasi kita ke depan," imbuhnya.
Seperti diketahui, Permendikbud PPKS menuai pro dan kontra. Pasal yang menjadi kontroversi ada dalam Pasal 3 yang menjelaskan soal kekerasan seksual.
Pasal ini dianggap berpedoman pada konsep 'consent' atau persetujuan korban. Bagian 'consent' ini dianggap melegalkan zina.
Salah satu pihak yang keberatan adalah PKS. Ketua PKS Mardani Ali Sera, melalui akun twitternya, menuding aturan itu melegalkan kebebasan seks di kampus.
"Itu jelas sekali berisi "pelegalan" kebebasan sex. Kita anti kekerasan seks namun tidak mentolelir kebebasan sex #CabutPermendikbudristekNo30 Permendikbudristek ini berpotensi merusak norma kesusilaan," kata Mardani, Rabu (10/11). [rin]