WahanaNews.co, Jakarta - Dengan masuknya masa pancaroba, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberikan peringatan kepada masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan selama periode Maret hingga April 2024.
Dalam pernyataannya, Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyampaikan bahwa selama masa pancaroba ini, penting bagi masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan dan melakukan antisipasi dini terhadap potensi cuaca ekstrem yang mungkin terjadi.
Baca Juga:
BMKG Imbau Warga Waspadai Pasang Laut 2,8 Meter di Balikpapan
"Misalnya seperti hujan lebat dalam durasi singkat yang dapat disertai kilat atau petir dan angin kencang, angin puting beliung, dan fenomena hujan es," kata Dwikorita dalam keterangannya, dikutip Senin (26/2/2024).
Hasil analisis dinamika atmosfer dari BMKG menunjukkan bahwa puncak musim hujan saat ini sudah melewati berbagai wilayah di Indonesia, terutama di bagian Selatan Indonesia.
Oleh karena itu, periode peralihan musim di wilayah tersebut diperkirakan akan terjadi pada bulan Maret hingga April.
Baca Juga:
BMKG Aceh Perkirakan Wilayah Aceh Diguyur Hujan Lebat hingga 18 Januari 2025
Salah satu indikator masa peralihan musim adalah adanya pola hujan, yang biasanya terjadi pada sore hingga menjelang malam hari.
Kejadian ini umumnya diawali dengan kondisi udara hangat dan terik pada pagi hingga siang hari.
Hal ini disebabkan oleh radiasi matahari yang signifikan pada pagi hingga siang hari, yang memicu proses konveksi atau pengangkatan massa udara dari permukaan bumi ke atmosfer, sehingga membentuk awan.
Hujan pada masa peralihan musim cenderung tidak merata, dengan intensitas yang bervariasi dari sedang hingga lebat dalam durasi yang singkat.
Apabila kondisi atmosfer menjadi labil atau tidak stabil, maka potensi pembentukan awan konvektif seperti awan Cumulonimbus (CB) akan meningkat, yang dapat menyebabkan sejumlah fenomena alam.
"Awan CB inilah yang erat kaitannya dengan potensi kilat atau petir, angin kencang, puting beliung, bahkan hujan es. Bentuknya seperti bunga kol, warnanya ke abu-abuan dengan tepian yang jelas," ujarnya.
Curah hujan yang intens dapat menjadi penyebab terjadinya bencana hidrometeorologi, seperti banjir bandang dan tanah longsor.
Oleh karena itu, Dwikorita memberikan peringatan kepada masyarakat yang tinggal di daerah perbukitan yang rentan terhadap longsor agar selalu waspada terhadap potensi tersebut.
"Kami juga mengimbau masyarakat di sana untuk waspada dan berhati-hati," kata Dwikorita.
Dia juga mengimbau kepada masyarakat untuk senantiasa menjaga kesehatan, dalam menghadapi kondisi cuaca yang cepat berubah setiap harinya akibat fenomena pancaroba tersebut.
"Cuaca panas dan hujan dapat terjadi silih berganti dengan cepat sehingga dapat memicu gangguan daya tahan tubuh. Selain itu, masyarakat diharapkan dapat menyesuaikan aktivitas di luar ruangan termasuk dengan menggunakan perangkat pelindung diri dari terik matahari/hujan seperti payung, topi, atau jas hujan," ujarnya.
Pemicu Cuaca Ekstrem
Guswanto, Deputi Bidang Meteorologi BMKG, menyatakan bahwa hasil pemantauan BMKG menunjukkan beberapa fenomena atmosfer yang cukup penting dan berpotensi meningkatkan curah hujan, disertai kilat atau angin kencang, di berbagai wilayah Indonesia.
Beberapa di antaranya mencakup aktivitas monsun Asia, yang masih mendominasi.
Selain itu, Guswanto juga mencatat aktivitas Madden Jullian Oscillation (MJO) di kuadran 3 (Samudra Hindia Bagian Timur), yang diprediksi akan memasuki wilayah Pesisir Barat Indonesia dalam beberapa pekan ke depan.
Fenomena ketiga adalah adanya gelombang atmosfer di sekitar Indonesia bagian Selatan, Tengah, dan Timur.
Terakhir, terdapat pembentukan pola belokan dan pertemuan angin yang memanjang di Indonesia Bagian Tengah dan Selatan.
"Seluruh fenomena atmosfer tersebut berkontribusi terhadap terjadinya fenomena cuaca ekstrem di berbagai wilayah di Indonesia," ujarnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]