WAHANANEWS.CO, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan saat ini Indonesia dikepung oleh tiga bibit siklon tropis aktif yang berpotensi memberikan menyebabkan cuaca ekstrem di sejumlah wilayah.
Berdasarkan analisis BMKG pada Minggu (2/2), dua bibit siklon tropis aktif teridentifikasi berada di sekitar wilayah selatan Indonesia, yakni Bibit Siklon 99S yang tumbuh di Samudra Hindia selatan Banten dan Bibit Siklon 90S yang tumbuh di selatan Nusa Tenggara Barat (NTB).
Baca Juga:
Dua Bibit Siklon Wara-wiri di Indonesia, BMKG Ungkap Dampaknya
Sementara itu, bibit Siklon 96P yang sebelumnya terbentuk di sekitar Teluk Carpentaria telah meluruh menjadi sirkulasi tekanan rendah dan sudah masuk daratan benua Australia. Namun, bibit siklon ini masih berkontribusi dalam membentuk pola cuaca di wilayah Indonesia.
Meski dua bibit siklon di selatan Indonesia, 99S dan 90S, diprediksi bergerak ke arah barat daya dan semakin menjauhi wilayah Indonesia, tetapi dampak tidak langsungnya tetap terasa dalam bentuk peningkatan curah hujan, angin kencang, dan gelombang tinggi di sejumlah wilayah.
"Kehadiran dua bibit siklon tropis yang masih aktif dan satu bibit siklon yang telah meluruh tersebut cukup meningkatkan kondisi dinamika atmosfer pada periode puncak musim hujan saat ini," ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam sebuah keterangan, Minggu (2/2).
Baca Juga:
Prediksi BMKG Hari Ini: Cuaca Ekstrem Landa Sejumlah Provinsi
"Kombinasi antara bibit siklon, fenomena La NiƱa lemah, Monsun Asia, Seruak Udara Dingin dari Dataran Tinggi Siberia, dan aktivitas gelombang atmosfer, serta Madden Julian Oscillation (MJO) akan meningkatkan risiko cuaca ekstrem di banyak wilayah Indonesia," tambahnya.
Dalam sepekan ke belakang, berbagai wilayah di Indonesia mengalami hujan dengan intensitas sangat lebat hingga ekstrem.
Beberapa catatan curah hujan tertinggi di antaranya di wilayah Kalimantan Timur dengan curah hujan 229 mm/hari dan Sulawesi Tengah 192 mm/hari pada 26 Januari, Kepulauan Riau 154 mm/hari pada 27 Januari, serta Jabodetabek yang mencatat curah hujan hingga 264 mm/hari pada 28 Januari.
Lalu, ada juga di NTT yang mencatat curah hujan 105 mm/hari, Jawa Timur 137.8 mm/hari, Jawa Tengah 110.7 mm/hari, dan Sulawesi Selatan 106.2 mm/hari pada 29 Januari, serta di Papua Barat terukur 112 mm/hari pada 31 Januari 2025.
Untuk periode sepekan ke depan mulai 2 Februari 2025, BMKG mengatakan beberapa daerah perlu siaga terhadap potensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat, bahkan dapat meningkat menjadi sangat lebat atau ekstrem.
Wilayah yang berpotensi terdampak kondisi tersebut adalah Papua, Papua Pegunungan, Papua Selatan, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, DI.Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Maluku Utara, Jawa Barat, Jambi, Papua Barat dan Papua Barat Daya.
Lebih lanjut, Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto juga memperingatkan adanya potensi gelombang tinggi akibat pengaruh bibit siklon tropis.
Gelombang dengan ketinggian 2,5 - 4,0 meter diprediksi terjadi di beberapa perairan Indonesia, meliputi Samudra Hindia barat Bengkulu hingga Lampung, Samudra Hindia selatan Banten hingga NTT, Laut Sawu, Perairan Kupang - Pulau Rote, Laut Maluku, Laut Halmahera, Perairan utara Papua Barat Daya hingga Papua, serta Samudra Pasifik utara Halmahera hingga Papua.
Oleh karena itu, kata Guswanto, BMKG meminta masyarakat dan pemerintah daerah untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi potensi bencana hidrometeorologi, seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor, dan angin kencang.
BMKG juga mengimbau masyarakat yang berada di daerah rawan longsor untuk lebih waspada, terutama saat hujan deras terjadi.
Masyarakat juga diimbau menghindari aktivitas di area berlereng curam, dan tanda-tanda awal longsor seperti munculnya retakan tanah atau rembesan air harus diperhatikan dengan serius. Selain itu, kondisi drainase perlu diperiksa secara berkala untuk memastikan sistem saluran air berfungsi optimal, guna mengurangi risiko genangan dan banjir.
BMKG juga mengimbau masyarakat untuk mematuhi peringatan dini terkait cuaca ekstrem, terutama bagi nelayan dan operator transportasi laut yang berisiko terdampak gelombang tinggi.
[Redaktur: Alpredo Gultom]