Beberapa ketentuan pengambilan sampel itu di antaranya tidak membawa lebih dari 20 persen dari populasi anakan pohon, anakan pohon yang diambil juga berukuran tinggi sekitar 20 cm.
"Semakin kecil semakin bagus adaptasinya, untuk mencegah aklimatisasi atau pengkondisian," imbuh dia.
Baca Juga:
Mengungkap Rahasia Alam: Gempa Bumi Ternyata Kunci Pembentukan Bongkahan Emas
Meranti-merantian
Tak cuma pohon keruing, Henti mengaku banyak melakukan penelitian keanekaragaman hayati di hutan-hutan di Indonesia dengan fokus pada kelompok Dipterokarpa atau meranti-merantian.
Penelitian itu dilakukan antara lain di Taman nasional Bukit Tiga Puluh, Taman Nasional Tesso Nilo, Bukit Rimbang Bukit Baring, Ampang Delapan, Tasik Serkap (Riau), Pulau Batam, Bintan, Lingga, Singkep, Natuna (Kepulauan Riau).
Baca Juga:
Penelitian Ungkap Generasi X dan Milenial Berisiko Tinggi Alami Kanker
Selain itu di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Pulau Mursala, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Pulau Buru, Pulau Seram, Pulau Ambon (Maluku).
Dari hasil ekspedisi tersebut, Henti, saat masih jadi peneliti di Litbang Hutan KLHK, memiliki persemaian konservasi dengan koleksi jenis Dipterokarpa lebih dari 80 jenis.
"Tidak hanya sekedar eksplorasi juga, kami tim peneliti setelah berhasil mengkoleksi sumber daya genetik hidup pohon-pohon tersebut kemudian mengembangkan teknologi perbanyakannya sehingga kami bisa memproduksi bibitnya," lanjut dia.