WahanaNews.co, Jakarta - Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik (Sirekap) berfungsi sebagai alat untuk mempublikasikan hasil penghitungan suara dan mendukung rekapitulasi hasil suara Pemilu 2024.
Aplikasi ini dianggap sebagai sumber potensi kekacauan dan kecurangan dalam Pemilu 2024. Pertanyaannya, siapakah pengembang aplikasi ini?
Baca Juga:
Legal Standing Kuasa Hukum KPU Terkait Gugatan di PTUN Dipertanyakan PDIP
Majalah Tempo melaporkan bahwa aplikasi Sirekap pertama kali dikembangkan pada tahun 2020 oleh Institut Teknologi Bandung (ITB).
Pada tahun 2021, Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuat nota kesepahaman dengan ITB untuk pengembangan teknologi Sirekap. Proyek ini menelan dana sekitar Rp 3,5 miliar.
Wakil Rektor ITB, Gusti Ayu Putri Saptawati, memimpin proyek tersebut, yang ternyata tidak banyak diketahui oleh komunitas akademis ITB, seperti yang diungkapkan oleh seorang dosen di kampus tersebut.
Baca Juga:
Presiden Jokowi Teken Keppres Pemberhentian Tidak Hormat Hasyim Asy'ari
Dosen tersebut menyatakan bahwa hanya sedikit yang mengetahui tentang proyek pengembangan aplikasi Sirekap yang dipimpin oleh Gusti Ayu.
Melansir Tempo.co, Jumat (22/2/2024), dalam proyek tersebut, Gusti Ayu tidak melibatkan ahli kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).
Sebelumnya, Gusti Ayu dan tim ITB terlibat dalam pembuatan Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) Pemilu 2019 untuk KPU.
Pada saat itu, Tim Situng ITB terdiri dari 27 orang dosen program studi Teknik Informatika, jumlah anggota yang sesuai dengan kompleksitas dan kritikalitas pekerjaan tersebut.
Dilansir dari laman resmi ITB, Gusti Ayu merupakan seorang dosen di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB.
Keahliannya terletak di bidang Rekayasa Perangkat Lunak dan Pengetahuan. Saat ini, Gusti Ayu menjabat sebagai Wakil Rektor ITB untuk periode 2020-2025.
Gusti menamatkan S1 di ITB dan lulus pada 1989. Empat tahun berselang, ia lulus S2 dari The University of New South Wales, Australia. Gusti mendapatkan gelar doktoral pada 2008 di ITB.
Selama menjadi tenaga pendidik di ITB, Gusti beberapa kali terlibat dalam proyek.
Di antaranya adalah Pemanfaatan Sequential Pattern pada Tahap Preprocessing untuk Peningkatan Kinerja Proses Klasifikasi Data Dengan Struktur Kompleks & Progresif (2015), Pengembangan Sistem Pasar Virtual untuk Pemberdayaan Ekonomi Rakyat (2016), serta Teknologi Pelacakan Dokumen untuk Meningkatkan Efisiensi Birokrasi dan Mendukung Percepatan Dan Perluasan Ekonomi Indonesia (2015).
Aplikasi Sirekap menggantikan Situng. Teknologi yang digunakan Sirekap adalah mengubah karakter atau tanda menjadi angka.
Sistem tersebut memanfaatkan teknologi pengenalan karakter optik atau optical character recognition dan pengenalan tanda optik atau optical marking recognition.
Kelemahan Entry Data
Sirekap sejauh ini masuk jajaran trending topic di Twitter nasional imbas banyak kesalahan input data dari formulir C1 di Tempat Pemungutan Suara (TPS) ke aplikasi tersebut.
Drone Emprit, lembaga analis media sosial, mengilustrasikan satu kesalahan Sirekap yang mencakup penambahan atau peng-inputan 3,5 juta suara untuk pasangan calon nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, di salah satu Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Lampung.
Efeknya, perolehan suara pasangan calon nomor 1 tiba-tiba melonjak menjadi 31,9 persen, menggembirakan pendukungnya.
Namun, dalam hitungan menit, angka tersebut berubah menjadi 25,4 persen. Dampaknya, kegembiraan pendukung berubah menjadi kekecewaan, dengan beberapa menuduh adanya manipulasi dalam sistem Sirekap.
"Netizen tidak tahu kalau kesalahan entri itu sudah dibetulkan, sehingga yang terakhir adalah perolehan yang benar," menurut Drone Emprit.
Drone Emprit juga menyebut Sirekap 2024 milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) mendapat sentimen yang sangat negatif di media sosial imbas sejumlah kesalahan input data.
"Sentimen negative tinggi: Di semua kanal media sosial, Sirekap mendapat sentiment negative yang teramat sangat tinggi, di Twitter 85%, TikTok 70%, di YouTube 90%," ungkap Ismail Fahmi, Pendiri Drone Emprit, dalam unggahan analisisnya di X atau Twitter, Jumat (16/2/2024) lalu.
Angka-angka itu merupakan hasil pantauan di sejumlah platform pada 14 hingga 15 Februari.
Rinciannya, Twitter memiliki sentimen negatif terhadap Sirekap 85 persen, netral 9 persen, positif 7 persen; TikTok punya sentimen negatif 70 persen, sentimen positif 13 persen, dan netral 16 persen; YouTube punya 90 persen negatif, dan 10 persen positif, tanpa ada yang netral.
Sentimen negatif itu terjadi imbas perbedaan data antara formulir C Hasil Plano di banyak TPS dengan hasil yang tertera di sistem laman Pemilu24 yang disediakan KPU.
Drone Emprit pun mengungkap salah satu contoh kesalahan input Sirekap yang jumlahnya amat sangat signifikan.
"Ada yang entah sengaja atau tidak, mengentri 3,5 juta suara untuk 01 di salah satu TPS di Lampung. Ini harusnya bisa dicegah oleh Sirekap, namun tidak dilakukan."
"Kelemahan pada Sirekap telah menimbulkan kehebohan dan menurunkan kepercayaan kepada Sirekap/KPU," sambungnya.
Meski begitu, ada pula yang mencoba lebih objektif dengan mengedepankan faktor kesalahan teknis aplikasi.
Akun Michel Adam, contohnya, mengungkapkan aplikasi Sirekap tidak bisa mengedit data paslon tertentu dan tampilan angka yang tidak sesuai dengan angka di formulir C1.
Ainun Najib, Pendiri KawalPemilu, pun mengingatkan data Sirekap bukan merupakan hasil resmi dan masih memerlukan rekapitulasi manual.
Senada, Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSREC Pratama Persadha mengungkap keanehan pada hasil penghitungan suara TPS 013 Kelurahan Kalibaru, Kecamatan Cilodong, Kota Depok, Jawa Barat, pada situs pemilu2024.kpu.go.id.
Pada situs hitung nyata atau real count KPU itu, suara yang dimasukkan ke dalam sistem berbeda dengan lembar C1 dengan selisih sampai 500 suara.
Selain itu, ada keanehan data pengguna TPS di situs KPU tersebut juga berbeda dengan form C1, yakni 236 daftar pemilih tetap (DPT).
Tak ketinggalan, jumlah suara sah di situs KPU hanya 2 suara, sementara di form C1 mencapai 202 suara.
Yang lebih memprihatinkan, kata Pratama, adalah jumlah perhitungan suara untuk paslon nomor urut 2 Prabowo-Gibran. Di situs KPU, jumlahnya 617 suara. Angka ini lebih besar 500 suara dari yang tertera di form Plano C1, yakni 117 suara.
Apa yang terjadi?
Alih-alih menuding manipulasi atau kecurangan pemilu seperti yang dilakukan netizen, Pratama menduga ada celah pada aplikasi Sirekap.
Ia merinci Sirekap bermasalah dalam hal ketiadaan fitur pengecekan kesalahan (error checking) sistem masukan data (entry).
"Jika dilihat pada data TPS [Depok] tersebut, sepertinya sistem entry data yang dipergunakan oleh KPU tidak memiliki fitur error checking, dimana seharusnya hal tersebut mudah saja dimasukkan pada saat melakukan pembuatan sistem," tuturnya, dalam keterangan tertulis.
"Sehingga kesalahan memasukkan data baik disengaja maupun tidak disengaja tidak dapat terjadi."
Menurut Pratama, sistem mestinya bakal menolak jika jumlah perolehan suara pemilihan presiden di atas jumlah suara yang sah jika fitur error checking itu ada.
"Kemudian Sistem juga akan menolak jika penjumlahan jumlah suara sah ditambah surat suara tidak sah tidak sama dengan baris jumlah seluruh suara sah dan suara tidak sah," imbuh dia.
Klarifikasi KPU
Komisioner KPU Idham Holik menjelaskan kesalahan data Sirekap disebabkan oleh sistem yang salah membaca angka numerik dari dokumen formulir Model C Hasil Pemilu 2024.
"Jadi begini, misalnya, angka 3 itu terbaca 8. Misalnya, angka 2 itu terbaca 7," kata Idham di Jakarta, Senin, 19 Februari 2024.
Sementara itu, Ketua KPU Hasyim Asy'ari meminta maaf jika ada ketidaksempurnaan pada sistem Sirekap.
"Kami mohon maaf kalau hasilnya pembacaannya kurang sempurna dan menimbulkan publikasi hitungannya, hitungannya maksudnya dari konversi ke hitungan belum sesuai," kata dia, dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (15/2/2024) lalu.
"Tidak ada niat manipulasi, tidak ada niat untuk mengubah-ubah hasil suara. Karena pada dasarnya formulir C Hasil yang plano diunggah apa adanya," klaim Hasyim.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]