WahanaNews.co | Jalan pintas untuk mendapat uang tunai ketika terdesak saat ini adalah Pinjaman Online (Pinjol). Sayangnya, banyak masyarakat Indonesia yang terperangkap dan tidak mampu membayar kembali pinjaman tersebut.
Hal ini terbukti dalam rasio kredit macet di perusahaan peer-to-peer (P2P) lending yang mulai disorot Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Mengacu pada catatan CNBC Indonesia, sejumlah perusahaan memang memiliki TKB90 mencapai 100%. Tapi tak sedikit juga yang mendapatkan 80%, bahkan Tanifund dan Pintek hanya 30%. Artinya, tingkat kredit macet di kedua platform tersebut nyaris 70%.
Baca Juga:
Tips Cara Cek KTP Dipakai untuk Pinjol atau Tidak
Seperti diberitakan CNBC Indonesia sebagai informasi, TKB90 adalah tingkat keberhasilan pinjol memberikan fasilitas penyelesaian pinjaman. Jangka waktu TKB90 adalah hingga 90 hari dari jatuh tempo. Jika TKB90 rendah, artinya banyak masyarakat yang meminjam di pinjol tidak mengembalikan uang yang mereka pinjam dalam kurun waktu sesuai perjanjian. Imbasnya, investor pemberi pinjaman di pinjol harus menunggu lama hingga hasi investasi mereka dikembalikan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan 22 pinjol dengan tingkat wanprestasi di atas 5%. Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank Otoritas Jasa Keuangan Ogi Prastomiyono menyebutkan OJK akan memperhatikan seluruh perusahaan itu.
"Terkait tingkat wanprestasi yang mendapat perhatian OJK adalah terdapat kurang lebih 22 P2P yang tingkat wanprestasinya itu di atas 5% dan ini menjadi perhatian dari pengawas OJK untuk memperhatikan perusahaan tersebut," kata Ogi, baru-baru ini.
Baca Juga:
Rontoknya Raksasa Fintech, Investree Hadapi Likuidasi Usai Pencabutan Izin OJK
Secara agregat, TWP 90 hari masih dalam batas terkendali yakni 2,9%. Angka itu berbeda dengan bulan September yakni 3,07%.
Selain itu, pada Oktober 2022 lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, jumlah penyaluran pinjaman fintech lending sebesar Rp18,72 triliun. Jumlah tersebut turun 3,93% dibandingkan pada bulan sebelumnya yang mencapai Rp19,49 triliun.
Namun, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, jumlah tersebut masih lebih tinggi 37,56%. Pada Oktober 2021, jumlah penyaluran pinjaman fintech lending sebesar Rp13,61 triliun.
Sementara itu, jumlah penerima pinjaman fintech lending sebanyak 14,12 juta entitas pada Oktober 2022. Mayoritas peminjam berasal dari Jawa Barat yang berjumlah 3,89 juta entitas dengan nilai pinjaman sebesar Rp4,56 triliun.
Posisinya diikuti oleh DKI Jakarta dengan 3,01 juta peminjam dengan nilai pinjaman sebesar Rp4,82 triliun. Kemudian, jumlah peminjam di Jawa Timur sebanyak 1,59 juta entitas dengan nilai pinjaman sebesar Rp2,51 triliun.
Lebih lanjut, jumlah penyaluran pinjaman ke sektor produktif mencapai Rp8,30 triliun pada Oktober 2022. Jumlah tersebut setara dengan 44,31% dari total penyaluran pinjaman fintech lending.
Nilai penyaluran pinjaman ke sektor produktif tersebut turun 11,01% dari bulan sebelumnya yang sebesar Rp9,32 triliun.
Adapun, sektor yang paling besar mendapatkan pinjaman fintech lending adalah perdagangan besar dan eceran, reparasi, serta perawatan mobil dan sepeda motor mencapai Rp2,71 triliun. Posisinya diikuti sektor penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum yang meraih pinjaman sebesar Rp1,05 triliun. [tum/cnbc Indonesia]