Mereka yang melaporkan hal tersebut umumnya menggambarkan kehadiran yang dirasakan tetapi tidak terlihat, mirip dengan malaikat pelindung atau setan. Hal-hal yang sama sekali tidak bisa dijelaskan.
Tim peneliti Olaf Blanke di EPFL mengungkap "penampakan" sebenarnya hasil dari perubahan sinyal otak sensorimotor, yang terlibat dalam membangkitkan kesadaran diri dengan mengintegrasikan informasi dari gerakan kita dan posisi tubuh kita di ruang.
Baca Juga:
Ketua DPRD Sulbar dan Kadis PUPR Tinjau Tanah Bergerak di Mamuju Tengah
Penjelasan tersebut ditemukan usai para peneliti pertama-tama menganalisis otak dari 12 pasien dengan gangguan saraf.
Analisis MRI otak pasien menunjukkan adanya gangguan pada tiga daerah kortikal: korteks insular, korteks parietal-frontal, dan korteks temporo-parietal.
Ketiga area ini terlibat dalam hal kesadaran diri, gerakan, dan rasa posisi dalam ruang (proprioception). Bersama-sama, area ini berkontribusi pada pemrosesan sinyal multisensor, yang penting untuk persepsi tubuh sendiri.
Baca Juga:
La Nina Berpotensi Muncul di Indonesia, BMKG Ingatkan Waspada Dampak Buruknya
Dalam studi yang diunggah di jurnal Current Biology, para ilmuwan kemudian melakukan percobaan "disonansi" di mana peserta yang ditutup matanya melakukan gerakan dengan tangan di depan tubuh.
Di belakang mereka, perangkat robot mereproduksi gerakan mereka dan menyentuh punggung mereka secara realtime.
Hasilnya adalah semacam perbedaan spasial, tetapi karena gerakan robot yang tersinkronisasi, otak peserta dapat beradaptasi dan mengoreksinya.