Oleh karena itu, para peneliti menggunakan data dari stasiun seismik serta data dari dua stasiun Bumi untuk sistem navigasi satelit global. Data tersebut untuk mengukur perpindahan tanah.
Mereka juga melihat data dari stasiun seismik yang lebih jauh dan dari satelit yang mengelilingi Bumi dengan menggunakan radar untuk mengukur pergeseran di permukaan tanah.
Baca Juga:
Gempa Sesar Anjak Langsa Magnitudo 4.4, Guncangan Kuat di Wilayah Perbatasan Aceh-Medan
Dua gempa bumi terbesar dalam rangkaian tersebut adalah gempa berkekuatan 5,9 pada Oktober 2020 dan gempa berkekuatan 6,0 pada November. Setelah gempa November, aktivitas seismik berkurang.
Gempa tampaknya menggerakkan tanah di Pulau King George sekitar 4,3 inci (11 sentimeter), demikian temuan studi tersebut. Hanya 4% dari perpindahan itu yang dapat dijelaskan secara langsung oleh gempa bumi.
Para ilmuwan berpikir bahwa hal itu dapat terjadi jika adanya erupsi bawah laut.
Baca Juga:
Pemkot Jakarta Barat Sosialisasi Mitigasi Gempa, Antisipasi Megathrust
Hingga saat ini, belum ada bukti langsung untuk letusan sehingga para ahli tidak dapat mengonfirmasi bahwa gunung berapi meledak. "Apa yang kami pikirkan adalah bahwa 6 magnitudo entah bagaimana menciptakan beberapa rekahan dan mengurangi tekanan dari tanggul magma," kata Cesca.
Jika terjadi erupsi bawah laut di gunung bawah laut, kemungkinan besar terjadi pada saat itu. Tapi sampai sekarang, tidak ada bukti langsung untuk letusan.
Untuk mencari bukti ini, para ilmuwan harus mengirim misi ke selat untuk mengukur batimetri atau kedalaman dasar laut dan membandingkan dengan peta sebelumnya. [rin]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.