"Bahkan mungkin (kandungan paracetamol di Sungai Citarum) bisa jauh lebih tinggi lagi tiga atau empat kali lipat (dari Teluk di Jakarta)," terang Zainal kepada Kompas.com, Jumat (18/2/2022).
Sumber kontaminan paracetamol, kata dia, bisa berasal dari darat (land-based sources). Jika di daratan, maka limbah obat-obatan seperti parasetamol bisa berasal dari instalasi pengelolaan limbah air limbah (IPAL) yang tidak maksimal.
Baca Juga:
Tanggul Sungai Citarum Bekasi Jebol Setelah 1 Tahun Dibangun
Selain itu, penggunaan paracetamol yang berlebihan, pembuangan sisa obat kedaluwarsa, ataupun berasal dari perusahaan yang tidak mengelola limbahnya dengan baik.
"Saya kira kualitas air Citarum jelas berbeda dibanding 25 atau 50 tahun yang lalu, dan makin memburuk kualitas airnya, akibat beragam bahan pencemar," imbuhnya.
Menurut dia, hasil riset lainnya yang dilakukan peneliti BRIN juga telah menemukan keanekaragaman ikan turun drastis.
Baca Juga:
Hari Sungai Nasional, Yuk Jaga Sungai dan Hemat Air!
Kemudian, kualitas air Sungai Citarum serta beberapa sungai di Pulau Jawa cenderung menurun akibat buruknya pengelolaan limbah rumah tangga, dan IPAL yang tidak maksimal.
"Hipotesis saya memang kualitas air sungai-sungai Pulau Jawa dan Sumatera cenderung menurun, saya tidak tahu di tingkat indonesia karena sangat tergantung pada kondisi wilayahnya," ujar Zainal.
"Namun hasil review tim kami terkait kualitas beberapa muara-muara sungai (estuari) di pesisir utara Jawa, pesisir timur Sumatera dan Pulau Kalimantan memiliki konsentrasi nutrient yang relatif tinggi. Jadi bukan parasetamol yang saya sebut di sini adalah nutrient (unsur hara) yang berlebih akibat aktivitas manusia di darat," sambungnya.