Studi ini diterbitkan pada Archives of General Psychiatry Universitas Stanford. David Spiegel, MD, penulis senior dan seorang profesor psikiatri dan ilmu perilaku memperkirakan ada "sesuatu" di otak ketika dia melakukan penelitian pada orang yang tidak dapat dihipnotis. Sekitar 25 % objek penelitian tersebut tidak dapat dihipnotis.
Spiegel dan rekan-rekannya di Stanford akhirnya melakukan pemindaian MRI fungsional dan struktural pada otak 12 orang dewasa dengan tingkat hipnotisabilitas tinggi dan 12 orang dewasa dengan tingkat hipnotisabilitas rendah.
Baca Juga:
Dosen UNIAS Dihipnotis saat VCS, Diperas Rp25 Juta: Pelaku Ancam Sebar Video ke Medsos
Kedua kelompok tersebut menunjukkan aktivitas pada jaringan modus-default, namun peserta yang dapat dihipnotis menunjukkan aktivasi yang lebih tinggi di antara komponen-komponen jaringan kontrol eksekutif pada otak.
Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa kemampuan seseorang untuk dihipnotis tidak tergantung pada kepribadian, melainkan lebih pada kemampuan kognitif yang ada di otak.
Otak yang memiliki aktivitas yang lebih tinggi, seperti berpikir intens, berkhayal, mengkhawatirkan hal-hal secara berlebihan, memiliki daya imajinasi yang tinggi, dan aktivitas mental lainnya, cenderung lebih mudah dihipnotis dibandingkan dengan otak yang tidak memiliki aktivitas yang sebanyak itu.
Baca Juga:
Viral VCS Oknum Dosen, Ini Penjelasan Universitas Nias
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.