WAHANANEWS.CO, Jakarta - Di tengah kemajuan digital, warga Indonesia justru menghadapi ancaman serius dari lonjakan panggilan spam yang terus meningkat dari waktu ke waktu.
Fenomena ini tak hanya mengganggu aktivitas sehari-hari, tapi juga membuka celah besar terhadap potensi penipuan digital.
Baca Juga:
Kawal Keamanan Siber RI, Komdigi-BSSN Rapatkan Barisan
Pada Rabu (6/8/2025), laporan terbaru dari Hiya, perusahaan penyedia layanan perlindungan panggilan berbasis di Seattle, Amerika Serikat, mengungkap bahwa Indonesia mencatat persentase tertinggi di Asia Pasifik untuk panggilan spam, yakni mencapai 89 persen dari total panggilan yang berasal dari nomor tidak dikenal.
Angka tersebut menempatkan Indonesia jauh di atas negara-negara lain di kawasan, dengan Hong Kong di posisi kedua sebesar 70 persen, diikuti oleh Filipina (55 persen), Singapura (34 persen), dan Malaysia (31 persen), serta negara-negara lainnya seperti Australia (30 persen), Turkiye (19 persen), Thailand (19 persen), India (16 persen), dan Selandia Baru (7 persen).
Laporan tersebut didasarkan pada data selama kuartal I-2025 (Januari–Maret) yang dikumpulkan melalui Jaringan Keamanan Suara Hiya, mencakup perangkat yang menggunakan fitur Samsung Smart Call maupun aplikasi Hiya.
Baca Juga:
TTIS Jadi Garda Terdepan Jaga Keamanan Siber di Sulawesi Tengah
Menurut definisi Hiya, panggilan spam mencakup segala bentuk telepon yang tidak diinginkan, baik berupa penipuan maupun gangguan, dan diklasifikasikan dari nomor yang ditandai sebagai “potensial penipuan” atau “diduga spam”, termasuk dari laporan pengguna.
Meski tak dijelaskan secara gamblang alasan Indonesia menjadi lahan subur panggilan spam, Hiya menegaskan bahwa proporsinya melampaui negara-negara tetangga secara signifikan.
Di seluruh dunia, total panggilan spam pada kuartal pertama 2025 mencapai 12,5 miliar panggilan, naik dari 11,3 miliar pada kuartal sebelumnya, yang berarti rata-rata terdapat sekitar 137 juta panggilan spam setiap harinya.