Sebanyak 24 persen dari jumlah tersebut merupakan panggilan yang bersifat mengganggu, seperti dari debt collector, telemarketing, lembaga politik, survei, dan sebagainya, sedangkan 9 persen merupakan modus penipuan yang melibatkan penyamaran sebagai tim dukungan merek besar atau pemberitahuan palsu tentang pajak.
Sisa 67 persen panggilan lainnya tergolong ke dalam kategori spam lain yang tidak termasuk dua jenis tersebut.
Baca Juga:
Kawal Keamanan Siber RI, Komdigi-BSSN Rapatkan Barisan
Untuk kategori Asia Pasifik, Hiya merinci bahwa selain memiliki persentase tertinggi, Indonesia juga menduduki peringkat kedua dalam hal jumlah panggilan spam yang diterima rata-rata per individu setiap bulan.
Setiap orang di Indonesia menerima rata-rata 16 panggilan spam per bulan, kalah hanya dari warga Hong Kong yang menerima rata-rata 21 kali, disusul India dan Filipina masing-masing 11 kali, Australia dan Turkiye lima kali, Malaysia dan Thailand empat kali, Singapura tiga kali, dan Selandia Baru hanya satu kali per bulan.
“Laporan ini didasarkan pada sampel representatif telepon yang diteliti selama kuartal I-2025, di Hiya Voice Security Network yang mencakup perangkat yang mendukung Samsung Smart Call dan aplikasi Hiya,” tulis perusahaan tersebut dalam laporan resminya.
Baca Juga:
TTIS Jadi Garda Terdepan Jaga Keamanan Siber di Sulawesi Tengah
Meski spam menjadi masalah global, Indonesia kini berada dalam posisi kritis yang memerlukan perhatian lebih dari otoritas telekomunikasi dan masyarakat umum untuk mencegah penyalahgunaan nomor dan penipuan digital yang makin canggih.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.