Layar cahaya difraksi futuristik dapat mengatasi kekurangan ini.
Proyek tersebut sedang dilakukan di Laboratorium Fisika Terapan Universitas Johns Hopkins di bawah kepemimpinan Amber Dubill dan rekan penyelidik Grover Swartzlander.
Baca Juga:
Fenomena Langka: Badai Matahari Dahsyat Hantam Bumi, Indonesia Waspada
Proyek ini berkembang melalui uji coba fase I dan II, yang membuat tim mengembangkan konsep dan studi kelayakan pada layar cahaya difraksi.
Sebuah layar cahaya difraksi, seperti namanya, mengambil keuntungan dari properti cahaya yang dikenal sebagai difraksi. Ketika cahaya melewati lubang kecil, cahaya menyebar ke sisi lain.
Hal itu bisa digunakan untuk membuat layar ringan lebih bermanuver sehingga tidak perlu pergi ke mana pun angin matahari bertiup.
Baca Juga:
2 Astronaut Terdampar di ISS, NASA Pastikan Mereka Baru Pulang Tahun Depan
"Menjelajahi alam semesta berarti kita membutuhkan instrumen baru, ide-ide baru, dan cara-cara baru untuk pergi ke suatu tempat. Tujuan kami adalah berinvestasi di sana. teknologi sepanjang siklus hidup mereka untuk mendukung ekosistem inovasi yang kuat," ungkap Administrator asosiasi untuk Direktorat Misi Teknologi Luar Angkasa (STMD) NASA, Jim Reuter.
Pada fase III ini, NASA menggelontorkan 2 juta dolar AS setara Rp29,1 miliar kepada tim peneliti selama dua tahun, untuk melanjutkan pengembangan teknologi dalam persiapan untuk misi demonstrasi potensial dalam beberapa tahun mendatang.
Pekerjaan di bawah fase III akan mengoptimalkan material layar dan melakukan uji darat untuk mendukung misi surya konseptual ini.