Pemohon menyebut citra diri yang disempurnakan secara berlebihan itu kemudian diterapkan dan dipergunakan dalam alat peraga kampanye seperti reklame, spanduk, umbul-umbul, termasuk dalam bahan kampanye yang disebarluaskan seperti selebaran, brosur, pamplet, poster, sticker, pakaian, penutup kepala, alat minum/makan, kalender, kartu nama, pin, alat tulis dan atribut kampanye lainnya.
Pemohon mengatakan ketiadaan larangan bagi peserta pemilu untuk menggunakan citra diri berupa gambar/foto, audio, video dengan manipulasi digital atau bantuan teknologi AI yang dilakukan secara berlebihan sehingga berpotensi memanipulasi persepsi pemilih terhadap kandidat dan menggiring pemilih menggunakan hak pilihnya secara keliru (misguided voting).
Baca Juga:
Berikut 10 Istilah AI yang Perlu Anda Ketahui
"TAPP mengusulkan agar manipulasi foto, audio dan video untuk kampanye menggunakan teknologi digital ataupun AI supaya dilarang. Hal tersebut jelas bertentangan dengan asas pemilu jujur karena memunculkan keadaan misinformasi yang merugikan pemilih," ujar TAPP dalam keterangan yang diterima CNN Indonesia.
Lalu, pemohon mengatakan ketiadaan larangan bagi presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota dan wakil walikota untuk mengikuti kampanye peserta Pemilu yang merupakan anggota keluarganya.
Karenanya, TAPP mengusulkan agar larangan ikut kampanye keluarganya itu diberlakukan lantaran berpotensi membuat jabatan presiden dan ke semua jabatan tersebut dapat disalahgunakan untuk mendukung dan menguntungkan peserta pemilu yang merupakan anggota keluarganya. Hal ini dinilai bertentangan dengan asas pemilu bebas, jujur dan adil.
Baca Juga:
Kominfo Sebut Ratusan Perusahaan Pakai Surat Edaran AI Meski Sifatnya Anjuran
Lebih lanjut, pemohon juga menyinggung isu Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Menurut pemohon, ketiadaan larangan bagi presiden dan wakil presiden serta jabatan-jabatan lainnya untuk ikut serta dalam kampanye anggota keluarganya yang jadi peserta pemilu bertentangan dengan sumpah jabatan yang akan memegang teguh dan melaksanakan undang-undang selurus-lurusnya.
Terlebih Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN telah melarang penyelenggara melakukan perbuatan Nepotisme. UU tersebut memaknai nepotisme sebagai setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.