WahanaNews.co | China tengah berencana menciptakan sistem yang akan memaksa perusahaan-perusahaan mendapatkan lisensi sebelum mereka dapat merilis sistem kecerdasan buatan (AI) generatif.
The Cyberspace Administration of China (CAC) membuat aturan sebagai upaya untuk menyeimbangkan antara mendorong perusahaan lokal untuk mengembangkan teknologi revolusioner dengan keinginannya untuk mengontrol konten.
Baca Juga:
Bos NVIDIA Ungkap AI Bisa Jadi Senjata RI Genjot Pertanian
Persyaratan terkait lisensi tersebut menambah ketat rancangan peraturan yang dikeluarkan pada April lalu, yang telah memberikan lebih banyak ruang bagi perusahaan untuk bermanuver. Dalam aturan tersebut, perusahaan memiliki waktu 10 hari kerja untuk mendaftarkan produk mereka ke otoritas China setelah diluncurkan.
Sementara itu, pada aturan baru, bagian dari peraturan yang sedang diselesaikan pada awal bulan ini mengisyaratkan bagaimana China berjuang untuk mengawinkan ambisi untuk mengembangkan teknologi AI dengan sistem sensor yang telah berlangsung lama di negaranya.
"Jika Beijing berniat untuk sepenuhnya mengontrol dan menyensor informasi yang dibuat oleh AI, mereka akan mewajibkan semua perusahaan untuk mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari pihak berwenang," kata seseorang yang dekat dengan rencana CAC, dikutip dari Financial Times, melansir CNNIndonesia.com, Rabu (12/7/2023)
Baca Juga:
Terbongkar Upaya Penjahat Siber Kuras Habis Rekening via Gmail
"Namun peraturan tersebut harus menghindari terhambatnya perusahaan domestik dalam perlombaan teknologi," tambah orang tersebut.
Lebih lanjut, China berusaha untuk merespons munculnya sistem AI generatif dengan cara mereka sendiri.
Menurut rancangan peraturan yang dikeluarkan pada April, konten harus "mewujudkan nilai-nilai inti sosialis" dan tidak boleh berisi apa pun yang "merongrong kekuasaan negara, mendukung penggulingan sistem sosialis, menghasut untuk memecah belah negara, atau merongrong persatuan nasional".
Perusahaan asal negeri tirai bambu seperti Baidu dan Alibaba, yang meluncurkan aplikasi AI generatif tahun ini, telah melakukan kontak dengan regulator selama beberapa bulan terakhir untuk memastikan AI mereka tidak melanggar aturan.
Menurut Direktur CAC Zhuang Roq, pihaknya perlu memastikan bahwa AI "dapat diandalkan dan dapat dikontrol" karena China mengkhawatirkan data yang digunakan.
Tak hanya di China, pemerintah dan pihak berwenang lainnya juga tengah berlomba untuk membuat undang-undang yang membatasi potensi penyalahgunaan teknologi ini.
Uni Eropa telah mengusulkan beberapa peraturan terberat di dunia, yang memicu protes dari perusahaan dan eksekutif di wilayah tersebut, sementara AS telah mendiskusikan langkah-langkah untuk mengendalikan AI. Sedangkan Inggris saat ini telah melakukan sebuah tinjauan pada teknologi AI.
Sebagai catatan, rancangan peraturan di China pada April menetapkan persyaratan untuk data yang digunakan perusahaan teknologi untuk melatih model AI generatif dengan permintaan khusus untuk memastikan "kejujuran, akurasi, objektivitas, dan keragaman".
Persyaratan tersebut menunjukkan China mengadopsi arah yang sama dengan Eropa, di mana kualitas data yang digunakan untuk melatih model AI merupakan area utama dari pengawasan peraturan, seperti berusaha mengatasi masalah seperti "halusinasi," ketika sistem AI mengarang materi.
Namun, Beijing menetapkan persyaratannya jauh lebih tinggi. Artinya, perusahaan-perusahaan China perlu mengeluarkan lebih banyak upaya untuk menyaring jenis data yang digunakan untuk melatih AI.
[Redaktur: Alpredo]