"Kami menemukan fenomena ini lewat pemeriksaan kesamaan suhu permukaan laut dari satu tahun ke tahun berikutnya dalam bentuk metrik sederhana untuk memori laut," kata Hui Shi, penulis utama dan peneliti di Institut Farallon di Petaluma, California.
"Ini hampir seperti laut sedang mengalami amnesia."
Baca Juga:
Potensi Pendapatan Negara dari Ekspor Pasir Laut Capai Rp2,5 Triliun: Analisis Awal dan Tantangan Regulasi
Memori laut diketahui terkait dengan tingkat ketebalan lapisan laut paling atas, yang dikenal sebagai lapisan campuran.
Lapisan campuran yang lebih dalam memiliki kandungan panas lebih besar, yang memberikan kemampuan mengembalikan kondisi termal lebih banyak yang diterjemahkan sebagai memori.
Namun, lapisan campuran ini di sebagian besar lautan akan menjadi lebih dangkal sebagai respons terhadap pemanasan global yang berkelanjutan, yang mengakibatkan penurunan memori laut.
Baca Juga:
Pakar Ungkap Gegera Sampah Plastik Cemari Laut RI, Negara Rugi Rp225 Triliun per Tahun
Dalam model yang diunggah di situs University of Hawai‘i (lihat gambar), kawasan laut Indonesia mengalami penurunan memori laut yang besar, ditunjukkan dengan warna biru yang lebih gelap.
“Proses lain, seperti perubahan arus laut dan perubahan pertukaran energi antara atmosfer dan lautan, juga berkontribusi pada perubahan memori laut, tetapi penimbunan kedalaman lapisan campuran dan penurunan memori yang dihasilkan terjadi di semua wilayah dunia, dan ini menjadikannya faktor penting untuk dipertimbangkan untuk prediksi iklim di masa depan,” kata Robert Jnglin Wills, ilmuwan riset di University of Washington di Seattle, Washington, dan rekan penulis penelitian.
Seiring dengan penurunan memori laut, lapisan campuran yang menipis juga ditemukan meningkatkan fluktuasi suhu permukaan laut yang acak.