WahanaNews.co | Para peneliti di Lembaga Penerbangan dan Antariksa AS (NASA) menemukan lubang ozon di atas Antartika, Kutub Utara, menyusut menjadi 23,2 juta Km persegi, sedikit lebih kecil daripada tahun lalu.
"Sepanjang waktu, perkembangan yang konsisten dibuat dan lubangnya terus mengecil," kata Paul Newman, Kepala Ilmuwan untuk ilmu Bumi di NASA's Goddard Space Flight Center seperti dikutip situs resmi NASA.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
"Kami melihat beberapa keraguan karena perubahan cuaca dan faktor lain membuat angkanya terus berkurang dari hari ke hari dan minggu ke minggu. Tetapi secara keseluruhan, kami melihatnya terus menyusut selama dua dekade terakhir. Eliminasi kandungan penipis ozon lewat Protokol Monteral menyusutkan lubangnya," katanya menambahkan.
Melansir situs UN Environment Programme, Protokol Montreal soal Kandungan yang Menipiskan Lapisan Ozon adalah "kesepakatan multilateral penting soal lingkungan yang mengatur produksi dan konsumsi hampir 100 bahan kimia buatan manusia yang masuk kategori bahan penipis ozon (ODS)".
Ketika dilepaskan ke atmosfer, bahan-bahan kimia itu merusak lapisan ozon di stratosfer, perisai pelindung Bumi yang melindungi manusia dan lingkungan dari level sinar ultraviolet yang bisa merusak.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
Diadopsi pada 16 September 1987, Protokol Montreal menjadi satu-satunya perjanjian PBB yang diratifikasi oleh seluruh negara di dunia -semua anggota PBB sebanyak 198 negara.
Lapisan ozon di atas Kutub Utara menipis di setiap September dan membentuk lubang ozon. Bahan kimiawi aktif seperti klorin dan bromine di atmosfer, yang merupakan turunan dari komponen produksi manusia, menempel di awan lapisan tinggi di atas kutub setiap musim dingin di selatan.
Klorin dan bromine yang reaktif itu kemudian memicu reaksi yang menghancurkan ozon saat Matahari terbit pada akhir musim dingin di Antartika.