"Iuran, kita sekarang sistemnya iuran. Jadi kita bagi-bagi, sama teman-teman kita," tuturnya.
"Kita dituntut untuk publikasi untuk peneliti madya minimal 3 jurnal internasional, tapi kita di setiap proposal riset tidak disediakan dana publikasi," keluh dia.
Baca Juga:
Megawati Didorong Mundur dari Ketua Dewan Pengawas BRIN dan BPIP, Ini Alasannya
Cuaca ekstrem
Periset yang sudah menelurkan enam jurnal internasional ini juga sempat memprediksi dua fenomena cuaca di 2022, yakni kemungkinan cuaca ekstrem yang disebabkan oleh La Nina, Indian Ocean Dipole (IOD) negatif, serta Pacific Decadal Oscillation (PDO) alias La Nina dengan periode panjang.
Menurutnya, apa yang terjadi pada 2022 merupakan pengulangan dari 2010. Saat itu, kata dia, wilayah Pulau Jawa disebut "kehilangan" musim kemarau.
Baca Juga:
Larang Kadernya Ikut Retreat, Megawati Diminta Mundur dari BPIP dan BRIN
"Tahun ini adalah tahun yang istimewa karena kita mengulangi tahun 2010, 2010 adalah momen di mana musim kemarau hilang dari pulau jawa," tutur Erma.
"Kita memasuki kemarau dengan angin timuran, tapi sifatnya tetap basah, apalagi di barat Indonesia. Barat Indonesia itu sektornya Sumatera dan Jawa," papar Erma.
Di samping itu, Erma menyebut faktor anomali suhu temperatur di udara ketinggian 2 meter yang menyatakan wilayah Jawa mengalami rata-rata anomali positif.