Bersama dengan pesawat lain semacam Nakajima Ki-43 “Hayabusa”, Yokosuka K5Y “Cureng” dan Pembom berat Kawasaki Ki-48. Pesawat ini menjadi kekuatan udara Indonesia pada masa awal revolusi.
Meskipun sejatinya banyak pesawat-pesawat bekas Jepang yang juga ditemukan oleh tentara Indonesia kala itu, akan tetapi mayoritas pesawat lainnya dalam kondisi rusak atau tidak layak terbang.
Baca Juga:
Menuju Solo, Presiden RI ke-7 Jokowi Dikawal Delapan Pesawat Tempur TNI AU
2. Menjadi Saksi Serangan Udara Pertama Tentara Indonesia
Pesawat Ki-51 “Guntei” memiliki peran yang cukup sentral dalam sejarah dirgantara Indonesia di masa revolusi. Dilansir dari situs tni-au.mil.id, pesawat ini menjadi salah satu dari 3 unit pesawat yang melakukan serangan terhadap tangsi-tangsi Belanda pada tanggal 29 Juli 1947.
Sejatinya ada 4 unit pesawat yang terdiri dari 1 pesawat bomber tukik Ki-51, 2 unit pesawat latih K5Y “Cureng” dan satu pesawat tempur “Hayabusa” yang akan melakukan serangan tersebut.
Baca Juga:
Lanud Sjamsudin Noor Banjarmasin Bagikan 25 Kaki Palsu Sambut Hari Bakti TNI AU
Akan tetapi, pesawat tempur Hayabusa yang dimiliki oleh Indonesia batal ikut dalam serangan karena terkendala teknis, sehingga serangan hanya dilakukan dengan 3 unit pesawat saja. Saat itu, pesawat “Guntei” hanya dipasangi bom seberat 200 kg pada sayapnya ketika melakukan serangan.
Serangan tersebut berangkat dari Lapangan udara Maguwo, Yogyakarta dan menargetkan markas-markas Belanda yang berada di Semarang, Salatiga dan Ambarawa.
Serangan tersebut meskipun tidak sampai menghancurkan total markas Belanda, namum memberikan sinyal terhadap Belanda bahwa kekuatan udara tentara Indonesia masih ada dan mampu melakukan serangan. Peristiwa bersejarah tersebut kemudian dikenal dengan nama “Hari Bakti TNI-AU” yang diperingati setiap tanggal 29 Juli.