Namun demikian, Profesor Riset Astronomi-Astrofisika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ini menyebut kepastian tanggal untuk Hari Raya Iduladha masih perlu menunggu Sidang Isbat.
Versi Muhammadiyah
Baca Juga:
Elektabilitas Pram-Rano Naik di Survei Jakarta, Pakar Ungkap Sebabnya
Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah sendiri sudah jauh-jauh hari menetapkan tanggal Idulfitri dan Iduladha. Yakni, 21 April dan 28 Juni.
"Ada kemungkinan di bulan 1 Syawal atau Idul Fitri dan Idul Adha di 10 Zulhijah, perbedaan. Karena perbedaan metode yang dipakai," Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengakui, di kantornya, Kota Yogyakarta, Senin (6/2).
"Perbedaan itu jangan dianggap sebagai sesuatu yang baru, artinya kita sudah terbiasa dengan perbedaan lalu timbul penghargaan dan kearifan," ucapnya.
Baca Juga:
Terkait Akun Fufufafa, Pasukan Bawah Tanah Jokowi Adukan Roy Suryo ke Polisi
Sekretaris PP Muhammadiyah Muhammad Sayuti menjelaskan penetapan itu berdasarkan pada metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal (kondisi peredaran Bulan, Bumi, dan Matahari yang sebenarnya), bukan hisab 'urfi (peredaran rata-rata).
Menurutnya, penetapan itu didasarkan pada proses ijtimak (Bumi, Bulan, dan Matahari berada pada posisi garis bujur yang sama, tanda satu putaran penuh) atau konjungsi yang terjadi pada pukul 11.39.47 WIB di Minggu Kliwon, 18 Juni 2023 atau 29 Zulkaidah 1444 H.
Saat itu, ketinggian bulan pada saat Matahari terbenam di Yogyakarta +01° 00` 25″. Dengan ketinggian tersebut, Sayuti menyebut posisi Bulan di seluruh wilayah Indonesia pada saat Matahari terbenam itu berada di atas ufuk.