Wahid
mengaku sangat terharu atas semangat mereka untuk tetap sekolah.
Waktu
tempuh antara sekolah dan rumah mereka yang berada di tengah perkebunan sawit
sekitar 30 menit perjalanan menggunakan sepeda motor.
Baca Juga:
Klarce Jelaskan Makna dari HUT ke 15 Tahun KNPB
Pihak
sekolah pun membuat jadwal untuk mengajar mereka secara bergantian setiap
harinya, kecuali hari libur.
Ada
sejumlah pertimbangan yang mendasari Wahid memberi perlakuan khusus bagi enam
anak Pekerja Migran Indonesia (PMI) tersebut.
"Untuk
daring, tentunya tidak bisa, karena mereka tidak punya HP Android. Seandainya punya,
kendala sinyal perbatasan yang tidak stabil menjadi masalah tersendiri," jelasnya.
Baca Juga:
Tiga Desa Perbatasan RI-Malaysia Kini Dilayani Listrik PLN 24 Jam
Selain
itu, anak anak tersebut bahkan rela menumpang di rumah penduduk demi bisa
bersekolah.
"Kami dari pihak sekolah berinisiatif menitipkan mereka ke
rumah penduduk. Supaya mereka tidak keluar masuk perbatasan, bisa kena tangkap
aparat Malaysia nanti," kata Wahid lagi.
Memang, sejak
kebijakan lockdown berlaku, enam anak
tersebut tidak bisa keluar-masuk perbatasan seperti sebelumnya.