WahanaNews.co | Megathrust atau jalur pertemuan dua lempeng tektonik di selatan Jawa ditengarai memiliki potensi gempa hingga Magnitudo 9,1. Bagaimana menghadapinya?
Pelaksana tugas Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari mengatakan selatan Jawa memiliki dua segmen megathrust, yakni segmen selatan Jawa bagian barat dan segmen selatan Jawa bagian timur.
Baca Juga:
Gempa Sesar Anjak Langsa Magnitudo 4.4, Guncangan Kuat di Wilayah Perbatasan Aceh-Medan
Masing-masing segmen itu berpotensi melepaskan gempa dengan Magnitudo di atas 8, bahkan bisa mencapai M 9 jika terjadi secara bersamaan.
"Kita punya dua segmen, segmen selatan Jawa bagian barat dan selatan Jawa bagian timur, kalau dia pecah satu-satu yang barat itu M 8,8, yang timur itu M 8,9, kalau pecah langsung itu sekitar M 9,1," kata Abdul, dalam konferensi pers Senin (16/11).
"Sampai untuk Selatan Jawa hitungan periode ulang itu ada di kisaran 400 tahunan. Satu segmen megathrustrust dengan kekuatan 8,8," imbuhnya.
Baca Juga:
Pemkot Jakarta Barat Sosialisasi Mitigasi Gempa, Antisipasi Megathrust
Penelitian bersama sejumlah ahli kegempaan, seperti Pepen Supendi, Dwikorita Karnawati, Tatok Yatimantoro, Daryono dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Rahma Hanifa dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Sri Widiyantoro dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Nicholas Rawlinson dari Department of Earth Sciences-University of Cambridge mengungkap megathrust di selatan Jawa dapat memicu tsunami setinggi 34 meter.
"Kami menemukan ketinggian tsunami maksimum bisa mencapai 34 meter di sepanjang pantai barat Sumatera bagian selatan dan di sepanjang pantai selatan Jawa dekat Semenanjung Ujung Kulon," ujar peneliti.
Dalam penelitian Sri Widiyantoro yang berjudul 'Implications for megathrust earthquakes and tsunamis from seismic gaps south of Java Indonesia', tinggi tsunami di selatan Jawa bisa mencapai 20 meter dengan rata-rata 4,5 meter.
Dengan kekuatan alam sedemikian besar itu, apa mitigasi atau usaha untuk mengurangi dampak bencananya?
Abdul Muhari mengatakan mitigasi yang bisa dilakukan saat bencana terjadi hanyalah evakuasi demi menyelamatkan nyawa.
"Ketika kita bicara tsunami megathrust, maka ketika itu, kita bicara upaya mitigasinya untuk penyelamatan nyawa, evakuasi, hanya evakuasi," ujar dia, dikutip dari Antara.
Ia mencontohkan gempa besar Jepang 2011 dengan tsunami setinggi 10-15 meter. Menurutnya, tidak ada satu struktur yang dapat menahan gelombang tsunami, baik itu beton, baja, atau struktur vegetasi.
Pengalaman gempa megathrust Aceh 2004, kawasan yang berdampak tsunami bisa mencapai 3 kilometer dari pantai.
Sementara, Indonesia memiliki sejumlah daerah rawan gempa megathrust yang dapat memicu tsunami, yakni pantai barat Sumatera, dan pantai selatan Jawa, selatan Sulawesi, bagian utara Sulawesi, dan utara Papua.
Jika guncangan gempa tidak berhenti lebih dari 30 detik, ia mengatakan ada peluang 75 persen untuk tsunami meskipun terjadi pelan-pelan. Yang perlu didahulukan, kata dia, adalah evakuasi.
"Ada beberapa tempat yang mungkin di bawah 10 menit tsunaminya udah sampai. Jadi kita benar-benar berpacu dengan waktu, ada atau tidak peringatan dini diterima oleh masyarakat di kawasan pesisir," kata Abdul. [rds]