WAHANANEWS.CO, Jakarta - Perusahaan kecerdasan buatan (AI) OpenAI merilis data yang menunjukkan bahwa sebagian kecil pengguna ChatGPT mengalami permasalahan kesehatan mental dan membicarakannya dengan chatbot tersebut.
Dilansir dari Tech Crunch pada Selasa (28/10/2025), OpenAI menyebut sekitar 0,15 persen pengguna aktif ChatGPT setiap minggu terlibat dalam percakapan eksplisit yang menunjukkan tanda-tanda rencana atau niat untuk bunuh diri. Dengan lebih dari 800 juta pengguna aktif mingguan, angka itu setara dengan lebih dari satu juta orang per minggu.
Baca Juga:
Kasus Tragis Remaja Jadi Pemicu, OpenAI Wajibkan Verifikasi Usia Pengguna ChatGPT
OpenAI juga mencatat persentase serupa untuk pengguna yang menunjukkan tingkat keterikatan emosional tinggi terhadap ChatGPT, serta ratusan ribu orang yang memperlihatkan gejala psikosis atau mania dalam interaksi mereka dengan chatbot AI tersebut.
Meski demikian, OpenAI menegaskan bahwa percakapan semacam itu “sangat jarang terjadi” dan sulit diukur secara akurat. Namun, perusahaan memperkirakan isu ini memengaruhi ratusan ribu pengguna setiap minggunya.
Langkah ini merupakan bagian dari upaya OpenAI untuk meningkatkan respons ChatGPT terhadap pengguna dengan masalah kesehatan mental.
Baca Juga:
Siap Tantang ChatGPT dan Gemini, Meta AI Kini Punya Aplikasi Mandiri
Dalam pengembangannya, OpenAI mengaku melibatkan lebih dari 170 pakar kesehatan mental untuk menilai respons model terbaru ChatGPT. Para ahli itu menilai versi terbaru ChatGPT kini lebih tepat dan konsisten dibandingkan versi sebelumnya.
Dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah laporan menyoroti potensi dampak negatif chatbot AI terhadap pengguna dengan gangguan mental, termasuk memperkuat keyakinan berbahaya melalui respons yang bersifat menuruti pengguna.
Masalah kesehatan mental kini menjadi isu penting bagi OpenAI, terutama setelah perusahaan digugat oleh orang tua seorang remaja berusia 16 tahun yang sempat mengungkapkan pikiran untuk bunuh diri kepada ChatGPT sebelum mengakhiri hidupnya.