Hal ini bertujuan untuk mengurangi biaya dan kompleksitas dalam tahap daur ulang.
Baterai lithium-ion tergolong limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang perlu penanganan khusus.
Baca Juga:
Tragis, Mahasiswi FITB ITB Meninggal Dunia Usai Tertabrak Truk Tronton
Selain itu, ketersediaan bahan baku seperti lithium di Indonesia masih terbatas.
Oleh karena itu, Curtin University menjadi mitra penting dalam riset ini karena Australia memiliki salah satu cadangan lithium terbesar di dunia.
Riset ini tidak hanya menargetkan efisiensi dalam proses recycling, tetapi juga menekankan pentingnya strategi reuse atau penggunaan ulang sebelum daur ulang dilakukan.
Baca Juga:
Penahanan Mahasiswi Kasus Meme Tak Senonoh Prabowo-Jokowi Ditangguhkan Bareskrim
Strategi ini dinilai akan memberikan dampak yang lebih optimal dalam pengelolaan limbah baterai secara jangka panjang.
“Hipotesis penelitian kami nyatakan bahwa semakin baterai itu digunakan di ujung, maka efektivitas recycle lebih tinggi,” jelas Bentang.
Ia menyebut, pendekatan ini akan berkontribusi besar terhadap efisiensi proses daur ulang di masa depan.