WAHANANEWS.CO, Jakarta - Dalam strategi perang modern, keunggulan teknologi bukan sekadar pelengkap, melainkan menjadi penentu kemenangan.
Salah satu senjata yang menjadi ujung tombak dalam banyak konflik militer kontemporer adalah rudal jarak jauh, yang kini tak hanya mematikan, tapi juga presisi nyaris sempurna.
Baca Juga:
Langkah Strategis, Inggris dan Italia Integrasikan Rudal Meteor ke F-35
Serangan awal kerap ditandai dengan luncuran rudal dari berbagai matra -- darat, laut, maupun udara -- untuk melumpuhkan fasilitas musuh yang paling vital.
“Rudal modern bukan hanya proyektil dengan daya rusak besar, tapi juga merupakan karya rekayasa presisi tinggi yang dikendalikan dengan sistem navigasi canggih,” kata Dr. Michael Clarke, analis pertahanan dari Royal United Services Institute (RUSI), Inggris.
Menurutnya, perkembangan rudal jelajah dan balistik memperlihatkan bagaimana teknologi sipil seperti GPS dan sensor MEMS telah berevolusi menjadi senjata superior dalam medan perang.
Baca Juga:
Rudal Baru Rusia Oreshnik: Jadi Sorotan Dunia Tidak Dapat Dilacak, Dicegat atau Dihancurkan
Target utama dari rudal jarak jauh biasanya adalah instalasi militer strategis: radar, pangkalan udara, jaringan komunikasi, pembangkit listrik, hingga depo bahan bakar.
Rudal-rudal ini dirancang agar mampu melintasi ratusan bahkan ribuan kilometer untuk menghancurkan target dengan akurasi tinggi.
Rudal sendiri merupakan amunisi berpemandu, yang artinya dibekali sistem navigasi dan kendali untuk menyesuaikan lintasan penerbangannya menuju target.
Berdasarkan jalur lintasannya, rudal dibagi menjadi dua: rudal balistik dan rudal jelajah.
Rudal balistik meluncur dengan lintasan lengkung tinggi, serupa dengan peluru artileri, dan memanfaatkan tenaga pendorong dari roket.
Semakin jauh targetnya, maka rudal perlu mencapai ketinggian yang lebih tinggi agar lintasannya cukup untuk menjangkau sasaran.
Berbeda dengan itu, rudal jelajah seperti Tomahawk, melesat mendatar seperti pesawat terbang. Ia diluncurkan dengan booster roket dan kemudian menggunakan mesin jet seperti turbojet, turbofan, atau bahkan ramjet untuk rudal hipersonik.
Keunggulannya terletak pada kemampuan terbang rendah, sehingga radar musuh kerap gagal mendeteksinya sampai rudal itu sudah sangat dekat.
"Teknologi rudal jelajah memungkinkan operasi serangan yang nyaris senyap dan tak terdeteksi. Ini seperti memiliki penembak jitu dari jarak ribuan kilometer," jelas Lt. Col. (Ret.) Andrew Thompson, mantan perwira Angkatan Udara AS dan kini peneliti senior di RAND Corporation.
Keakuratan rudal sangat ditentukan oleh sistem pemandu yang digunakan. Ada beberapa jenis, mulai dari yang paling sederhana hingga tercanggih:
Preset Guidance, seperti pada rudal V-2 Nazi Jerman, telah ditentukan lintasannya sebelum peluncuran, menggunakan perangkat giroskop dan akselerometer untuk menjaga arah.
Inertial Navigation System (INS) menjadi penyempurnaan Preset Guidance. Sistem ini menghitung posisi rudal secara terus-menerus dengan giroskop dan akselerometer.
Teknologi ini kini menggunakan MEMS dan Solid-State Ring Laser Gyro, sehingga akurasinya hanya melenceng beberapa meter bahkan setelah melintasi jarak 10.000 km.
Sistem navigasi berbasis satelit, seperti GPS (AS), Glonass (Rusia), dan BeiDou (Cina), memungkinkan rudal mengetahui posisinya secara real-time dan diarahkan menuju titik koordinat target. Namun, akses ke satelit ini dapat dibatasi atau diblokir dalam kondisi konflik.
Tercom (Terrain Contour Matching) cocok untuk rudal jelajah karena memanfaatkan peta kontur permukaan bumi yang telah dipetakan sebelumnya. Rudal dilengkapi radar altimeter untuk mengukur ketinggian dan mencocokannya dengan peta digital yang dimiliki.
DSMAC (Digital Scene Matching Area Correlation) adalah teknologi paling canggih saat ini.
Ia membandingkan gambar permukaan bumi yang dilewati dengan citra digital yang disimpan sebelumnya, memungkinkan rudal terbang melintasi lembah-lembah untuk menghindari radar dan tetap membidik target spesifik secara akurat.
Biasanya, sistem-sistem ini tidak berdiri sendiri. Rudal modern seperti Tomahawk menggunakan kombinasi INS, Tercom, dan GPS untuk mendapatkan akurasi maksimum sekaligus ketahanan terhadap gangguan navigasi.
“Integrasi berbagai sistem pemandu bukan hanya meningkatkan presisi, tapi juga menciptakan redundansi. Artinya, bila satu sistem terganggu, sistem lainnya tetap bisa menjalankan misi,” tambah Clarke.
Thompson menegaskan bahwa rudal masa depan akan lebih mengandalkan kecerdasan buatan dan pemrosesan citra real-time untuk menghadapi medan yang terus berubah.
Dalam peperangan modern, rudal telah menjadi simbol supremasi teknologi sekaligus kecerdasan taktis. Ia bukan hanya senjata, tapi pesan kekuatan yang melesat cepat dan tak bisa ditolak.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]