WahanaNews.co, Jakarta - Hak angket terkait dugaan kecurangan pada Pemilu 2024 terkesan jalan di tempat. Sejumlah partai politik inisiator hak angket tak terlihat melakukan manuver yang berarti.
Bahkan, Partai Gerindra, yang merupakan salah satu parpol pendukung Prabowo Gibran, menyebutkan, hingga saat ini pihaknya tak melihat anggota DPR yang berkeliling untuk minta tanda tangan pengajuan hak angket.
Baca Juga:
Soal Hasil Pilpres 2024: PTUN Jakarta Tak Terima Gugatan PDIP, Ini Alasannya
"Justru itu saya enggak lihat (hak angket). Kalau dulu saya lihat ada sahabat say,a tahulah, dia itu mister M keliling ke mana-mana minta tanda tangan. Nah, sekarang saya tidak melihat. Waktu hak angket MK kan beliau keliling ke komisi juga, walaupun temen-temen tidak mau tanda tangan tapi kalau sekarang kayaknya enggak ada," ungkap Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, belum lama ini.
Untuk itu, sebanyak 50 tokoh masyarakat, mulai dari aktivis antikorupsi hingga mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menyurati para pimpinan partai politik untuk mengajukan hak angket.
Adapun pimpinan partai yang didesak untuk mengajukan hak angket adalah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Presiden PKS Ahmad Syaikhu, dan Ketua Umum PPP Muhammad Mardiono.
Baca Juga:
KPU Labura Verifikasi Berkas Calon Bupati dan Wakil Bupati di Rantau Prapat: Pastikan Dokumen Sah
Dalam surat yang diterbitkan pada Jumat (8/3/2024) tersebut, para tokoh masyarakat itu menduga telah terjadi praktik kecurangan pada Pemilu 2024.
"Di dalam pemantauan kami, dugaan kecurangan penyelenggaraan pemilu yang dipersoalkan oleh masyarakat, terjadi bukan hanya pada saat hari pencoblosan 14 Februari 2024, tetapi juga sejak awal proses penyelenggaraan pemilu hingga pasca pelaksanaan proses penghitungan suara yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan aparatur kekuasaan lainnya," demikian bunyi surat itu.
Tokoh Masyarakat itu terdiri sejumlah aktivis, akademisi, hingga eks pegawai KPK, seperti Novel Baswedan, Bivitri Susanti, Usman Hamid, Faisal Basri, dan Fatia Maulidiyanti, kemudian Saut Situmorang, Agus Sunaryanto, dan Haris Azhar.