WahanaNeww.co | Bakal calon presiden dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan menyuarakan berbagai kritik terhadap pemerintahan era Presiden Jokowi.
Hal itu dia ucapkan saat berpidato dalam acara Milad PKS ke-21 di Istora Senayan, Jakarta, Sabtu (20/5/23) dan acara Temu Kebangsaan Relawan Anies Baswedan, Minggu (21/5/23).
Baca Juga:
Pemerintah Kapuas Hulu Jalin Sinergi Kuat dengan KPK untuk Pemberantasan Korupsi
Kritik tersebut terkait banyak hal, mulai dari pembangunan jalan, institusi politik memeras, tekak-tekuk hukum, adanya market player yang merangkap sebagai pembuat kebijakan, hingga mafia yang bercokol di berbagai sektor.
Berikut poin-poin kritik Anies untuk pemerintahan Jokowi yang dilansir dari CNN.
Membandingkan Pembangunan Jalan Era SBY dengan Jokowi
Baca Juga:
Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Unamin Sorong
Menurut Anies, pembangunan infrastruktur jalan di era pemerintahan Jokowi untuk menghubungkan mobilitas penduduk dan menggerakan roda perekonomian masyarakat lebih sedikit dari pada era Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Anies membeberkan pemerintahan Jokowi berhasil membangun jalan tol sepanjang 1.600 kilometer (km) dan jalan umum atau tak berbayar alias gratis hanya sepanjang 19 ribu km.
Sedangkan, pada era pemerintahannya selama dua periode SBY berhasil membangun 20 kali lipat dari yang direalisasikan Jokowi.
"Bandingkan dengan zaman Pak SBY jalan yang tak berbayar adalah 144 ribu km atau 7,5 kali lipat. Bila dibanding jalan nasional pemerintah ini 590 km, 10 tahun sebelumnya 11 ribu km. 20 kali lipat. Kita belum bicara mutu, standar, itu baru panjang," kata Anies.
Soroti institusi negara yang memeras lawan politik
Anies Baswedan menyoroti sebuah negara yang memiliki institusi politik bersifat ekstraktif atau memeras. Menurutnya, negara seperti itu bakal gagal berkembang.
"Ketika institusi politik, institusi ekonomi itu bersifat ekstraktif, memeras maka pelan-pelan negaranya akan turun," ujar Anies.
Menurut Anies, negara dengan institusi politik bersifat memeras dan menyingkirkan, cenderung mengkonsolidasikan kekuatan kewenangan pada satu pemimpin, pada satu grup, satu kelompok.
Ia mengatakan institusi politik seperti itu tak akan menyebarkan atau membagikan kekuasaan dan membatasi kesempatan partisipasi terhadap orang yang memiliki perbedaan pikiran politik.
Tekak-tekuk hukum di Indonesia
Ia mengatakan negara dengan institusi politik memeras sering tidak mengindahkan etika, bahkan aturan hukum. Menurutnya, hukum sering ditekuk dan menguntungkan beberapa pihak saja.
"Bahkan peraturan sering ditekak-tekuk, bisa diterapkan tebang pilih dan sering kali dibuat hanya untuk menguntungkan mereka yang sedang berada di dalam lingkar kekuasaan," tuturnya.
Pejabat rangkap market player
Mantan menteri pendidikan itu mengungkap ada pejabat yang membuat kebijakan merangkap pengusaha atau market player. Menurutnya, hal tersebut akan ada jika institusi politik bersifat inklusif.
"Kalau pedagang, pedagang saja, jangan pedagang sekaligus pejabat, sekaligus pembuat aturan, apalagi membuat aturan yang terkait perdagangan yang dibuatnya," kata dia.
Pro investor raksasa
Selain itu, Anies juga juga menyoroti masalah terkait ekonomi. Menurutnya perekonomian negara harus memberikan kesetaraan kesempatan, bukan hanya kepada investor-investor raksasa.
"Bagaimana perekonomian memberikan kesetaraan kesempatan bukan hanya kepada investor raksasa untuk mendapatkan peluang usaha lewat pembangunan jalan tol," tuturnya.
Ia berpendapat seharusnya infrastruktur mikro untuk infrastruktur jalan tak berbayar juga perlu disiapkan untuk pelaku usaha tengah ke bawah. Hal tersebut dia anggap sebagai ekonomi yang inklusif.
Kuasa para mafia
Dalam acara temu relawan Minggu ini, Anies melanjutkan kritik terhadap pemerintahan Jokowi. Di hadapan relawan dia menyoroti bercokolnya para mafia di sektor-sektor yang harusnya dikuasai oleh negara.
Anies menyebut para mafia ada di sektor pertanian, proyek-proyek pemerintah, bantuan sosial, kesehatan,bahkan hingga pemilu. Dia berjanji akan memberantas para mafia itu jika berkuasa nanti.
"Mafia-mafia ini berderet ada mafia bagian tanah, ada parkir, mafia kesehatan, mafia pemilu, mafia bansos bahkan mafia proyek pemerintah, ya termasuk mafia BTS itu," kata dia dalam Temu Akbar Kebangsaan, Minggu (21/5).
Masih adanya KKN
Anies juga menilai sejumlah agenda reformasi belum sepenuhnya tercapai oleh pemerintah. Utamanya terkait korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Setelah 25 tahun reformasi, Anies menilai KKN justru merebak.
"Nah agenda KKN sekarang kan masih ada dan seakan merebak secara pelan-pelan. Institusi penegak hukumnya ada, tapi institusi penegak hukumnya seperti kita tahu juga sering ada di kendali politik," kata dia. [eta/CNN]