WahanaNews.co, Jakarta - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) telah mengubah posisinya dan tidak lagi mendukung Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden (capres) dari PDIP.
Keputusan ini diambil berdasarkan hasil pertemuan nasional PSI yang disebut Kopi Darat Nasional (Kopdarnas), yang diadakan di Tennis Indoor, Senayan, Jakarta pada Selasa (22/8/2023).
Baca Juga:
Jelang Kongres I, Kaesang Siap Mencalonkan Diri Jadi Ketum PSI
Wakil Ketua Dewan Pembina PSI, Grace Natalie, mengajukan pertanyaan kepada para kader yang hadir mengenai apakah PSI harus tetap mempertahankan komitmen terhadap keputusan Rembuk Rakyat atau tidak.
Keputusan Rembuk Rakyat tersebut telah diambil oleh PSI pada bulan Oktober 2022, yang memutuskan PSI mendukung pasangan Ganjar Pranowo-Yenny Wahid.
Dalam rangkaian acara Kopdarnas, Grace Natalie kemudian menyampaikan hasil musyawarah dengan 38 Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PSI.
Baca Juga:
Lebaran kedua Gibran Ikuti Tradisi Sungkem ke Jokowi di Solo, Mengaku Dapat Wejangan
Sebagai hasilnya, PSI akan kembali mendengarkan aspirasi masyarakat terkait pilihan calon presiden dan calon wakil presiden yang diinginkan. Grace Natalie menyatakan, "Kami meminta kepada DPP PSI untuk kembali mendengarkan aspirasi dan keinginan masyarakat terkait calon presiden yang memiliki komitmen pada rakyat dan meneruskan visi dan misi pembangunan yang diusung oleh Pak Jokowi," ungkapnya, mengutip Kompas.com, Jumat (25/8/2023).
Setelah membatalkan dukungan kepada Ganjar Pranowo, PSI diperkirakan akan mendekat ke koalisi yang mendukung Prabowo Subianto.
Hal ini diungkapkan oleh Ahmad Khoirul Umam, Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic). Prediksi ini muncul karena PSI telah terlihat memiliki hubungan yang akrab dengan Prabowo dan elit Partai Gerindra.
"Besar kemungkinan PSI akan mendukung Prabowo," kata Umam kepada Kompas.com pada Kamis (24/8/2023).
Saat ini, PSI mengklaim bahwa mereka tidak memiliki afiliasi dengan bakal calon presiden atau koalisi manapun. Bahkan, PSI menyatakan akan mendengarkan aspirasi masyarakat kembali.
Namun, menurut Umam, kemungkinan alasan ini digunakan untuk membangun cerita yang melegitimasi dukungan publik, yang pada akhirnya akan diberikan kepada Prabowo.
"Jadi, seolah-olah keputusan politik ini muncul dari mekanisme bawah ke atas, padahal sebenarnya keputusan tersebut telah dibuat di tingkat elit sebelumnya," dia menjelaskan.
Selain itu, Umam mengaitkan pembatalan dukungan PSI kepada Ganjar dengan kemungkinan sikap kurang hangat dari PDIP.
Umam juga berpendapat bahwa PSI mungkin dianggap telah melangkah lebih cepat dan bahkan telah menggiring Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, dalam hal pemilihan calon presiden.
Ini karena deklarasi dukungan mereka untuk Ganjar Pranowo diumumkan jauh sebelum PDIP membuat keputusan resmi.
"Keputusan politik PSI ini tampaknya dipengaruhi oleh pola komunikasi sebelumnya dari PDIP yang terkesan merasa berharga dan memiliki sikap yang tinggi, yang mungkin tidak mengindahkan dukungan dari PSI," ungkap Umam.
Sementara itu, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sempat mengajak PSI untuk bergabung dalam Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR).
Ajakan PKB itu setelah Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, melakukan pertemuan dengan DPP PSI di markas PSI, Jalan Wahid Hasyim, Tanah Abang, Jakarta, Rabu (2/8/2023).
Ketua DPP PKB, Daniel Johan, menyampaikan partainya menyambut baik adanya pertemuan Prabowo dengan PSI.
"Bagus kok, hayuk PSI gabung ke Koalisi KIR. Jangan ragu dan PKB welcome," ujarnya, Kamis (3/8/2023).
Daniel pun berharap bila PSI bergabung akan menambah kekuatan KKIR di Pilpres 2024.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]