WahanaNews.co, Jakarta - Rahmat Bagja, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), menyatakan bahwa berdasarkan laporan yang telah diterima oleh Bawaslu, terdapat 2.143 orang yang melakukan pemilihan lebih dari satu kali.
Bagja menambahkan bahwa saat ini Bawaslu masih menunggu rekomendasi dari Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan (Panwascam) untuk menentukan langkah-langkah lebih lanjut.
Baca Juga:
Ketua Bawaslu: Seharusnya Pemilu dan Pilkada Dipisah Tak Digelar Dalam Satu Tahun
“Ada laporan dari teman-teman 2.143 orang yang mencoblos lebih dari satu kali,” kata Bagja di Kantor Bawaslu Pusat, Jumat (16/2/2024).
Bagja menolak untuk berspekulasi mengenai identitas pelaku pencoblosan ganda, mengatakan bahwa Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) seharusnya lebih cermat dalam menerima pemilih yang tidak sesuai dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT), terutama mereka yang berasal dari wilayah atau provinsi lain.
Menurutnya, pada masa sebelumnya, KPPS memang diizinkan menerima pemilih dari luar wilayah asalnya asalkan membawa Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-E).
Baca Juga:
Bawaslu Kaltim Gelar Penguatan Kapasitas Putusan dan Keterangan Tertulis PHP Pilkada 2024
Namun, dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang praktik tersebut, KPPS hanya boleh menerima pemilih yang membawa KTP-E dan masih berada di wilayah yang sama.
Adanya ribuan pemilih yang melakukan pencoblosan ganda dianggap Bagja sebagai koreksi bagi penyelenggara, mulai dari KPPS hingga Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Karena menerima orang yang tidak sesuai dengan data pemilih akan merepotkan KPPS sendiri bahkan sampai di rekapitulasi KPU.
Kini, kata dia, Bawaslu menunggu rekomendasi dari Panwascam dalam batas waktu 10 hari pasca hari H pencoblosan. Tindak lanjutny bisa dengan Pemilu ulang atau memisahkan surat suara yang dicoblos orang yang sama.
Selain ribuan pemilih mencoblos lebih dari satu kali, Bagja juga menerima laporan persoalan surat suara yang tertukar.
Selanjutnya, Bagja juga meminta tim paslon pilpres dan para calon anggota legislatif agar menjaga lembaran C1 Plano atau catatan hasil penghitungan suara yang dipegang masing-masing saksi, yang ditempatkan di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Menurut Bagja, rekap C1 Plano sangat penting selama proses rekapitulasi suara yang berjenjang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Karena yang dipegang ketika komplain ke KPU adalah C1 Plano. Jadi C1 Plano itu harus dijaga," kata Bagja, Jumat (16/2/2024).
Bagja menyatakan bahwa siapa pun yang berusaha melakukan kecurangan dalam hasil Pemilu akan menghadapi kesulitan dalam memanipulasi C1 Plano.
Meskipun demikian, ia menyarankan setiap tim pasangan calon dan saksi untuk memastikan bahwa C1 Plano yang diunggah ke situs KPU atau melalui Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) harus jelas.
Hal ini penting karena jika foto C1 Plano diunggah dalam keadaan buram, hal tersebut dapat menyebabkan kesalahan dalam proses input.
Bagja memaklumi saat ini publik banyak mengkritik KPU karena Sirekap yang kerap error dan salah input data.
Ia menjelaskan, Sirekap hanyalah alat bantu untuk transparansi penghitungan suara di KPU. Dan kata dia data yang diunggah di Sirekap juga tidak akan dipakai dalam rekapitulasi manual.
"Sirekap itu penghitungannya tidak akan dipakai untuk rekapitulasi manual. Yang rekapitulasi manual itu C 1 plano, itu yang paling penting," ucapnya.
Bagja menyarankan kepada masyarakat yang ingin mengawal penghitungan suara di KPU untuk fokus mengawal rekapitulasi manual yang berjenjang, dimulai dari tingkat KPPS, Kecamatan, KPU Kabupaten, KPU Provinsi, hingga KPU Pusat.
Hal ini disebabkan karena sebagian besar masalah saat ini terjadi secara manual, seperti pembuangan kotak suara, kehilangan surat suara, pertukaran surat suara, dan adanya surat suara yang dicoblos oleh lebih dari satu orang.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]