WahanaNews.co, Jakarta - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengungkapkan perusakan alat peraga kampanye (APK) bakal menjadi tren pelanggaran kampanye.
Komisiner Bawaslu Lolly Suhenty pun mengingatkan agar semua pihak, baik peserta pemilu maupun masyarakat, tidak melakukan perusakan APK. Sebab, perusakan APK adalah pidana pemilu.
Baca Juga:
Ketua Bawaslu: Seharusnya Pemilu dan Pilkada Dipisah Tak Digelar Dalam Satu Tahun
"Potensinya pidana pemilu," ujar Lolly di Kantor Bawaslu, Jakarta, Selasa (19/12/23).
Lolly menyatakan Undang Undang Pemilu memang tidak mengatur perusakan yang dilakukan oleh masyarakat. Namun, masyarakat yang merusak APK dapat dipidana melalui Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Berdasarkan olah data hasil penyelesaian sengketa pemilu, Lolly menyebut terdapat 13 permohonan sengketa proses terkait APK antarpeserta pemilu. Sengketa itu terjadi di enam provinsi.
Baca Juga:
Bawaslu Kaltim Gelar Penguatan Kapasitas Putusan dan Keterangan Tertulis PHP Pilkada 2024
Lolly mengatakan perusakan APK itu di antaranya penutupan APK satu caleg oleh caleg lain. Perusakan APK itu terjadi di di Makassar, Sulawesi Selatan; Semarang, Jawa Tengah; Blitar, Jawa Timur; dan Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Selain itu, terdapat aduan penutupan APK caleg oleh APK capres dan cawapres. Laporan itu berasal dari Sukoharjo, Jawa Tengah.
Ada pula penutupan APK dengan stiker di Makassar, Sulawesi dan Purworejo, Jawa Tengah.
Lolly juga mengungkapkan ada sengketa soal penempelan tiang bendera partai peserta pemilu pada tiang bendera partai peserta pemilu lain di Kota Semarang, Jawa Tengah.
Selain perusakan APK, Bawaslu juga melihat pelanggaran siber bakal menjadi tren sampai akhir masa kampanye Pemilu 2024.
Lolly mengatakan hingga saat ini ada 126 pelanggaran konten internet terkait pemilu yang berasal dari patroli pengawasan siber, penelusuran intelijen Bawaslu, dan aduan masyarakat.
Dari jumlah itu, ujaran kebencian menjadi yang terbanyak dengan total 124 konten. Ditemukan juga satu konten merupakan berita bohong atau hoaks dan satu konten lainnya politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
"Angka 126 ini yang kemudian dinyatakan oleh Bawaslu melanggar, sehingga kemudian kita koordinasi ke Kominfo untuk dilakukan take down cepat," tandas Lolly.
Secara keseluruhan, Bawaslu telah menangani 70 perkara terkait dugaan pelanggaran selama masa kampanye Pemilu 2024.
Komisioner Bawaslu Puadi menyebut hanya 26 dari 70 perkara yang diregistrasi dan ditindaklanjuti oleh Bawaslu, sedangkan empat lainnya masih dalam proses kajian awal dan perbaikan.
[Redaktur: Sandy]