WahanaNews.co | Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Boy Rafli Amar, mengatakan pihaknya selalu melakukan pencegahan (mitigasi) terkait penyebaran paham radikal.
"Selama ini kita sudah melakukan mitigasi, kita tidak pernah berhenti mitigasi. Apa yang disampaikan oleh Pak Moeldoko itu kan sebagai warning, itu kan hasil riset kita yang disampaikan," kata Boy Rafli kepada wartawan di Sarinah, Jakarta Pusat, melansir detikcom, Rabu (26/10/2022).
Baca Juga:
Upaya Pencegahan Radikalisme dan Terorisme di Papua Barat Daya, Ini Peran Kesbangpol dan FKPT
Boy menyebut pernyataan Moeldoko sebagai peringatan bahwa bisa saja setiap orang akan melakukan segala upaya untuk mencapai tujuan di Pemilu 2024. Salah satunya menggunakan cara yang melanggar hukum berbasis kekerasan.
"(Pernyataan Moeldoko) sebagai sebuah warning, warning-nya itu begini, menghadapi Pemilu 2024 bisa saja orang melakukan segala upaya, segala cara, tetapi ternyata cara itu adalah cara yang mengarah kepada pelanggaran hukum, dan bahkan hukum itu bisa menimbulkan sebuah keresahan dan sebagainya," kata Boy.
"Ini kan antisipasi agar jangan nanti dalam pesta demokrasi, itu menggunakan cara-cara yang bisa menimbulkan keresahan, terutama aktivitas berbasis kekerasan, kekerasan kata-kata, kekerasan tindakan," imbuhnya.
Baca Juga:
Tangkal Paham Radikal dan Teroris, BNPT Bentuk FKPT di Papua Barat Daya
Dia menuturkan berbagai bentuk kekerasan berpotensi muncul di tahun politik mendatang. Dia menyebut kekerasan itu bisa dalam bentuk kata-kata hingga kekerasan fisik.
"Kekerasan kata-kata itu hate speech, penghujatan, kampanye negatif, black campaign, hoax, itu tindakan-tindakan kekerasan berbasis kata-kata verbal dan nonverbal, kira-kira gitu. Ada lagi satu lagi kekerasan dalam tindakan fisik, menyakiti, menganiaya, bahkan bisa jadi melakukan tindakan-tindakan yang menghilangkan nyawa orang. Itu kan diharapkan tidak terjadi," tuturnya.
Dia mengajak berbagai pihak bersama membangun kehidupan demokrasi. Boy mengatakan, jika angka kekerasan meningkat, indeks demokrasi akan menurun.
"Jadi mari kita sama-sama tentunya membangun kehidupan demokrasi yang terbebaskan dari berbagai kekerasan, kalau kekerasan meningkat, indeks demokrasinya pasti turun," ucapnya.
Sebelumnya, KSP Moeldoko mewanti-wanti potensi radikalisme akibat politik identitas. Moeldoko menyebut ada kecenderungan radikalisme meningkat pada 2023-2024.
"Situasi internal kita juga perlu aware. Dinamika politik dan potensi radikalisme akibat politik identitas, survei BNPT pada tahun 2020 potensi radikalisme 14 persen. Itu data dalam kondisi anomali saat pandemi. Tahun politik pada 2023-2024 ada kecenderungan meningkat," kata Moeldoko kepada wartawan di Kompleks Istana, Kamis (20/10).
Moeldoko mengatakan semua pihak harus membangun kesadaran terkait potensi ancaman radikalisme. "Ini sebenarnya sebuah situasi yang diperlukan untuk membangun awareness tentang radikalisme. Jadi, ini perlu kita announce agar kita semua memiliki awareness," ujar Moeldoko.
Selain itu, Moeldoko mempersilakan pihak yang ragu perihal isu radikalisme untuk menanyakan langsung ke BNPT. Moeldoko mengatakan BNPT mempunyai standar tersendiri terkait isu radikalisme. [JP]