WahanaNews.co | Partai Solidaritas Indonesia (PSI) membocorkan anggaran yang ikut menjadi korban pelaksanaan Formula E di Jakarta.
Sementara, Anggota Fraksi Partai Gerindra di DPRD DKI Jakarta, Syarif, blak-blakan membongkar tujuan di balik pengajuan hak interpelasi terhadap Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
Baca Juga:
Dugaan Korupsi Formula E, KPK Sudah Periksa Beberapa Pihak
Pelaksanaan Formula E menjadi polemik setelah PDI Perjuangan dan PSI menolak ajang gelaran balapan mobil listrik itu.
Anggota Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta, Anggara Wicitra, mengungkapkan, balapan Formula E tak masuk dalam program Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) milik Gubernur Anies Baswedan.
Apalagi, Anggara menyebutkan adanya fakta bahwa Pemprov DKI gagal membayar pembebasan lahan untuk program normalisasi sungai sebesar Rp 160 miliar pada tahun 2019.
Baca Juga:
DPRD Jakarta akan Bahas Venue Formula E Bulan Depan
Namun, anehnya, pada tahun yang sama, Pemprov DKI Jakarta mampu membayar commitment fee yang besarannya mencapai dua kali lipat dari anggaran pembebasan lahan, yakni Rp 360 miliar.
"Faktanya, Pemprov DKI gagal membayar pembebasan lahan untuk normalisasi sungai Rp 160 miliar, tapi di tahun yang sama juga, kita sedang membayar commitment fee di akhir tahun 2019 Rp 360 miliar," kata Anggara, dalam diskusi daring Interpelasi Formula E untuk Anies Baswedan, Substansi atau Sensasi Politik?, Jumat (1/10/2021).
Selain itu, Anggara menuturkan, anggaran revitalisasi GOR dan lapangan menjadi korban pelaksanaan Formula E.
Padahal, program revitalisasi GOR dan lapangan masuk dalam target capaian di RPJMD.
"Banyak anggaran revitalisasi GOR dan lapangan itu harus dikalahkan dengan kegiatan ini (Formula E). Padahal revitalisasi GOR itu ada target capaian jelasnya di RPJMD," ungkap Wakil Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta itu.
Fraksi PSI Pertanyakan penggunaan anggaran APBD untuk pelaksanaan ajang balap Formula E di ibu kota.
Menurut Anggota Fraksi PSI, Anggara Wicitra, jika gelaran Formula E memang menguntungkan, seharusnya sumber anggaran berasal dari pihak swasta.
"Sebenarnya yang paling penting, kalau memang kegiatan ini menguntungkan, sebenarnya harusnya diserahkan saja ke pihak swasta. Jangan menggunakan APBD," kata Anggara.
Apalagi, lanjut Anggara, berdasarkan riwayat pelaksanaan Formula E selama 8 tahun di 24 kota di dunia, hanya Kota Montreal di Kanada dan DKI Jakarta, Indonesia, yang menggunakan dana publik.
Sisanya, 22 penyelenggaraan Formula E di dunia memakai pembiayaan swasta.
"Mengingat apa? Karena, dari 24 kota penyelenggaraan selama 8 tahun Formula E berjalan, yang menggunakan dana publik itu hanya Montreal tahun 2017, dan DKI Jakarta yang akan melaksanakannya menggunakan dana publik. Di luar dari itu semuanya pakai pembiayaan swasta," ucap Wakil Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta itu.
Anggara menilai, esensi penggunaan dana APBD semestinya bijaksana dibelanjakan untuk kepentingan dasar warga.
Bukan justru dipakai untuk ajang Formula E yang sifatnya festival.
"Kalau pembiayaan swasta, kita support-support aja kok. Tapi karena kita melihat bahwa ada esensi APBD ini harus bijaksana dibelanjakan untuk kepentingan dasar warga, makanya kami mempertanyakan itu. Kami tidak ingin menggagalkan, tapi kita mempertanyakan itu," ujar Anggara.
Blak-blakan Syarif Gerindra
Sementara itu, Anggota Fraksi Partai Gerindra di DPRD DKI Jakarta, Syarif, blak-blakan menuding tujuan di balik pengajuan hak interpelasi terhadap Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
Hak interpelasi itu diajukan oleh PDI Perjuangan dan PSI, kata Syarif, untuk menggagalkan Formula E.
Syarif mengacu pada jejak digital dari pernyataan politikus PDI Perjuangan, Ima Mahdiah.
Syarif turut menunjukkan print out media daring terkait pernyataan Ima Mahdiah.
Judul artikel tersebut yakni PDIP Targetkan Pembatalan Formula E Saat Interpasi Anies.
"Harus diingat, jejak digital. Jejak digital pengusul interpelasi itu ingin membatalkan Formula E,” kata Syarif, dalam diskusi daring Interpelasi Formula E untuk Anies Baswedan, Substansi atau Sensasi Politik?, Jumat (1/10/2021).
Oleh karena tujuan pengusul interpelasi adalah pembatalan Formula E, Gerindra kemudian memutuskan untuk tidak mau ikut ambil bagian.
"Tapi, karena framing yang dibangun pengusul interpelasi ingin membatalkan Formula E, maka kita kaji lalu memutuskan tidak ikut interpelasi," kata Syarif.
Menurut Sekretaris Komisi D ini, tujuan awal pengusul interpelasilah yang membuat dinamika politik di Gedung DPRD DKI Jakarta menjadi tidak substansial.
Sehingga hal itu memicu adanya sikap politik yang berbeda-beda.
"Ini yang membuat situasi di mana dinamika politik di Kebon Sirih itu tidak mendalami substansi Formula E. Jadi akhirnya menjadi sikap politik yang berbeda-beda," ungkap Syarif.
Penjelasan Wagub DKI soal Commitment Fee
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria, menegaskan, uang komitmen yang dikeluarkan pihaknya untuk menggelar Formula E ialah sebesar Rp 560 miliar.
Ia pun membantah kabar yang menyebut uang komitmen Formula E mencapai Rp 2,3 triliun.
"Tidak pernah kita membayar commitment fee (Rp 2,3 triliun), yang ada adalah Rp 560 miliar untuk tiga tahun ke depan, bukan satu tahun," ucapnya, Jumat (1/10/2021).
Politisi Gerindra ini pun menegaskan, biaya penyelenggaraan Formula E selama tiga tahun ke depan tidak akan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Pasalnya, pembiayaan tersebut bakal dibebankan kepada pihak sponsor penyelenggaraan Formula E.
"Sekarang kita memang harus siap-siap membangun partisipasi publik, termasuk untuk kegiatan Formula E,” ujarnya di Balai Kota.
Sebagai informasi, klarifikasi terhadap sejumlah isu yang beredar soal Formula E sebelumnya juga disampaikan Pemprov DKI lewat keterangan tertulis.
Namun, banyak masyarakat tak puas dan mempertanyakan kenapa Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, tidak memberikan klarifikasi secara langsung kepada masyarakat.
Ariza pun membela Anies, dia bilang mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu tak mungkin menjelaskan satu per satu isu soal Formula E yang belakangan merebak.
"Memang harus diluruskan, informasi disampaikan supaya tidak simpang siur antara informasi dan beritanya," tuturnya.
"Kalau tidak diluruskan, diklarifikasi, nanti masyarakat jadi bingung. Ini tugas kita bersama untuk memberikan informasi yang baik dan benar," sambungnya. [qnt]