WAHANANEWS.CO, Jakarta – Badan Penyuluhan dan Pembelaan Hukum (BPPH) Pemuda Pancasila menegaskan dukungannya terhadap revisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang tengah dibahas oleh DPR dan pemerintah bersama Organisasi Advokat (OA) di Indonesia.
Dukungan ini didasari oleh keprihatinan terhadap kecenderungan menurunnya kualitas advokat dan melemahnya profesionalisme hukum di Tanah Air.
Baca Juga:
Tak Layani Sambungan Listrik untuk Bisnis Ilegal, ALPERKLINAS Sebut Indonesia Perlu Tiru Thailand
Ketua BPPH Pemuda Pancasila, KRT Tohom Purba, menyatakan bahwa revisi UU Advokat adalah langkah mendesak untuk mengembalikan marwah profesi advokat sebagai officium nobile.
Menurutnya, banyaknya pelanggaran etik, keberadaan advokat yang tidak kompeten, serta semakin maraknya individu yang mengklaim sebagai advokat tanpa memiliki dasar hukum yang kuat menjadi ancaman serius bagi kepercayaan masyarakat terhadap profesi ini.
“Kita tidak bisa menutup mata terhadap realitas bahwa saat ini ada banyak advokat yang tidak memiliki kompetensi memadai. Bahkan, ada pula yang tidak memiliki latar belakang pendidikan hukum yang kuat, tetapi tetap berpraktik. Ini mencoreng citra advokat sebagai profesi terhormat dan merugikan masyarakat pencari keadilan,” ujar Tohom, Minggu (9/2/2025).
Baca Juga:
BPPH Pemuda Pancasila Ucapkan Selamat atas Penyelenggaraan Kongres Nasional IV KAI yang Dihadiri 35 DPD di Bandung
Tohom, yang juga Ketua Umum Persatuan Pengacara Perlindungan Konsumen Indonesia (Perapki), menambahkan bahwa salah satu kelemahan mendasar dalam UU Advokat saat ini adalah sistem organisasi advokat yang terlalu longgar.
Hal ini memungkinkan advokat yang terkena sanksi etik dengan mudah berpindah organisasi dan tetap berpraktik tanpa hambatan.
“Bayangkan, seorang advokat yang sudah terbukti melanggar etik di satu organisasi bisa dengan mudah pindah ke organisasi lain dan tetap berpraktik. Ini bukan hanya merusak sistem, tetapi juga mengkhianati kepercayaan publik terhadap dunia advokat. Kita butuh sistem yang lebih ketat dalam pengawasan dan penegakan kode etik,” tegasnya.
Selain itu, Tohom menyoroti fenomena promosi jasa hukum secara terbuka di media sosial yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak memiliki kompetensi atau bahkan bukan advokat.
Hal ini bertentangan dengan prinsip dasar profesi advokat yang tidak memperkenankan praktik pemasaran atau promosi jasa hukum secara terang-terangan.
“Profesi advokat bukan bisnis yang bisa dipasarkan seperti produk komersial. Advokat harus bekerja berdasarkan kepercayaan dan profesionalisme, bukan dengan cara-cara marketing yang merusak nilai-nilai kehormatan profesi,” ujar Tohom.
Karenanya, BPPH Pemuda Pancasila mendukung penuh langkah DPR dan pemerintah untuk memperkuat regulasi terkait kode etik dan pengawasan advokat melalui revisi UU Advokat.
Menurut Tohom, reformasi hukum dalam dunia advokat ini harus menjadi prioritas agar hanya mereka yang benar-benar kompeten dan berintegritas yang dapat menjalankan profesi advokat di Indonesia.
“Tak hanya penyempurnaan regulasi, revisi ini merupakan langkah strategis untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap dunia advokat. Jika kita tidak bertindak sekarang, kualitas advokat akan semakin menurun, dan pada akhirnya masyarakat serta sistem hukum kita yang akan dirugikan,” tuturnya.
Tohom menambahkan, dengan adanya dukungan dari berbagai pihak, termasuk BPPH Pemuda Pancasila dan OA lainnya, diharapkan revisi UU Advokat ini dapat segera masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
"Selanjutnya disahkan demi kepentingan masyarakat serta profesionalisme advokat di Indonesia," tutupnya.
[Redaktur: Sandy]