WahanaNews.co | Penyidikan
Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam perkara dugaan korupsi dana investasi PT
ASABRI (Persero) berujung penetapan 8 orang sebagai tersangka.
Baca Juga:
Diusulkan Jadi Calon Gubernur NTT 2024, Fary Francis Sebut Tunggu Keputusan Prabowo
Mereka yang berstatus tersangka mulai dari 2 eks Direktur
Utama ASABRI di periode berbeda, Mayjen TNI (Purn) Adam R. Damiri dan Letjen
TNI (Purn) Sonny Widjaja, hingga Direktur Utama PT Hanson International Tbk,
Benny Tjokro.
Kapuspenkum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak,
menyatakan dugaan korupsi dana investasi ASABRI berlangsung pada 2012-2019.
Ketika itu, Direktur Utama, Direktur Investasi dan Keuangan,
serta Kadiv Investasi ASABRI diduga bersama-sama bersepakat dengan pihak di
luar ASABRI yang bukan konsultan investasi ataupun MI (Manajer Investasi) yaitu
Benny Tjokro, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat, dan
Direktur Utama PT Prima Jaringan, Lukman Purnomosidi.
Baca Juga:
Usai Kasus ASABRI Rampung, Jaksa Agung Usul Pensiunan TNI dapat Bantuan
Kerja sama itu, kata Leonard, dalam rangka membeli atau
menukar saham dalam portofolio PT. ASABRI dengan saham-saham milik Heru Benny,
dan Lukman. Leonard menyebut harga pembelian saham dimanipulasi menjadi tinggi.
Tujuannya, agar kinerja portofolio PT. ASABRI terlihat seolah-olah baik.
"Setelah saham-saham tersebut menjadi milik PT. ASABRI,
kemudian saham-saham tersebut ditransaksikan atau dikendalikan oleh pihak HH,
BTS, dan LP berdasarkan kesepakatan bersama dengan Direksi PT. ASABRI,"
ucap Leonard.
"Sehingga seolah-olah saham tersebut bernilai tinggi
dan likuid, padahal transaksi-transaksi yang dilakukan hanya transaksi semu dan
menguntungkan pihak HH, BTS dan LP serta merugikan investasi atau keuangan PT.
ASABRI, karena PT. ASABRI menjual saham-saham dalam portofolionya dengan harga
di bawah harga perolehan saham-saham tersebut," lanjutnya.
Leonard menyebut demi menghindari kerugian, saham-saham yang
telah dijual di bawah harga perolehan, dibeli kembali dengan nominee pihak
Benny, Heru, dan Lukman.
"Serta ditransaksikan (dibeli) kembali oleh PT. ASABRI
melalui underlying reksadana yang dikelola oleh MI yang dikendalikan oleh HH
dan BT," ucap Leonard.
"Seluruh kegiatan investasi PT. ASABRI pada kurun waktu
2012 sampai dengan 2019 tidak dikendalikan oleh PT. ASABRI, namun seluruhnya
dikendalikan oleh HH, BTS dan LP," sambungnya.
Atas perbuatan tersebut, kata Leonard, berdasarkan
penghitungan sementara negara mengalami kerugian senilai Rp 23,7 triliun. Angka
ini lebih besar dari kerugian negara kasus Jiwasraya senilai Rp 16 triliun. [qnt]