WahanaNews.co | PPP mengkritisi cara berpikir Partai
Demokrat, yang menduga Presiden Joko Widodo ingin menunda revisi UU Pemilu karena bertujuan mendorong putranya, Gibran
Rakabuming Raka, untuk Pilkada DKI Jakarta di 2024.
PPP menyatakan, ketentuan
Pilkada serentak digelar 2024 sudah lama diatur, jauh
sebelum Gibran mencalonkan diri sebagai Wali Kota Solo.
Baca Juga:
Pemfitnahan, Marzuki Alie Laporkan AHY ke Bareskrim
"Saya kira, kawan-kawan Demokrat juga menggunakan logika, logika yang
rasional, tidak menggebyah-uyah. Ketentuan Pilkada Serentak
2024 itu diatur di UU Nomor 10 Tahun 2016,
jauh sebelum Anies maju Pilkada Gubernur, jauh
sebelum Gibran maju Wali Kota," kata Ketua Bidang Fungsional DPP PPP,
Achmad Baidowi, Kamis (11/2/2021).
Artinya, UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada tersebut dibentuk atas kesadaran
bersama.
UU itu disahkan di Komisi II DPR, dan Demokrat pun menjadi salah satu pimpinan Komisi II kala UU itu disahkan.
Baca Juga:
SBY Yakin Jokowi Tak Tahu Ulah Moeldoko di Kasus Demokrat
"Orang tidak ada angin tidak ada
hujan, kok tiba-tiba UU yang
mereka sahkan juga dianggap digunakan Jokowi untuk mengadang Anies melalui Gibran. Ini melawan kewarasan berpikir,"
ujar dia.
Maka dari itu, Awiek --sapaan akrab Achmad Baidowi-- meminta Demokrat
memahami kapan UU tersebut dibentuk.
Di situ, ujar dia, jelas Demokrat ikut
menyetujui UU Nomor 10 Tahun 2016
soal Pilkada 2024.
"Jadi, Irwan
Demokrat, itu coba lihat, siapa dulu pimpinan Komisi II,
pimpinan Panja-nya, yang mengesahkan UU Nomor 10 Tahun 2016, yang mengatur Pasal 201 ayat (8) itu, yang menyebutkan Pilkada Serentak di
2024. Pimpinan Panja-nya, dia juga rekan separtainya Pak Irwan itu," pungkasnya.
Demokrat: RUU Pemilu Ditunda demi
Kepentingan Kekuasaan
Sebelumnya, Wakil Sekretaris Jenderal
Partai Demokrat, Irwan, menduga
ada kepentingan kekuasaan di balik penundaan RUU Pemilu.
Ia menduga, ada
kepentingan Presiden Joko Widodo mendorong putranya Gibran Rakabuming Raka untuk Pilkada DKI Jakarta.
Sebab, tahun
2022 terlalu cepat bagi Wali Kota Solo
terpilih itu, sehingga Jokowi mendukung Pilkada Serentak di
2024.
"Mungkinkah keputusan ini
dilatari oleh kemungkinan Presiden Jokowi mempersiapkan keberangkatan Gibran
dari Solo ke Jakarta? Karena dirasa terlalu cepat jika Gibran berangkat ke
Jakarta tahun 2022," kata Irwan kepada wartawan, Kamis (11/2/2021).
Menurut Irwan, perubahan sikap
fraksi di Komisi II, khususnya koalisi pemerintah, muncul
berbarengan dengan sikap Presiden Jokowi yang menolak pembahasan RUU Pemilu.
Padahal, seluruh fraksi sudah
menyepakati RUU Pemilu masuk Prolegnas Prioritas 2021.
"Mengapa sejak Presiden Jokowi statement menolak, kemudian dibarengi partai koalisi pemerintah semuanya balik
badan," kata Irwan.
Irwan mempertanyakan sikap Jokowi
menolak RUU Pemilu.
Karena itu, dia
curiga, kebijakan pemerintah menunda Pilkada ke 2024 ada alasan politik
praktis Jokowi.
Irwan mengatakan, keputusan Komisi II
DPR menghentikan RUU Pemilu akan memunculkan banyak pertanyaan, karena inkonsistensi pemerintah dan DPR.
Demokrat sendiri teguh mendukung
revisi UU Pemilu dan menolak penundaan Pilkada 2022-2023 ke tahun 2024.
"Kecurigaan bahwa pemerintah dan
parlemen hanya memikirkan kepentingan kekuasaan semata, sangat
susah untuk dibantah," katanya.
Diberitakan, Komisi II DPR RI sepakat
untuk tidak melanjutkan Revisi Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu).
Kesepakatan tersebut diambil seluruh Pimpinan dan Kapoksi di Komisi II DPR.
"Tadi saya sudah rapat dengan
seluruh Pimpinan dan Kapoksi yang ada di Komisi II, dengan melihat perkembangan dari masing- masing parpol terakhir
ini, kami sepakat untuk tidak melanjutkan pembahasan ini," kata
Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/2/2021). [dhn]