WahanaNews.co | Pegiat
media sosial,
Denny Zulfikar Siregar,
mengomentari kepulangan Imam Besar FPI,
Habib Rizieq Shihab.
Menurut dia, kepulangan Rizieq ke Indonesia memang dibutuhkan
oleh sebagian pihak. Apa maksudnya?
Baca Juga:
HRS Sebut ‘Negara Darurat Kebohongan’, Pengacara: Itu Dakwah
"Dari beberapa info
valid yang saya dengar, sebenarnya kelompok Islam garis keras di Indonesia itu
sudah mulai melemah. Mereka sudah terpecah-pecah, dan ikatan di antara mereka
sudah longgar," kata Denny disitat Cokro
TV, Selasa (10/11/2020).
Hal itu, kata Denny,
terlihat dari tiap kali mereka menggelar aksi reuni di 411 dan 212. Di mana
massanya kian lama semakin mengecil.
Dari klaim mereka
yang pertama sebesar 8 juta orang waktu di 2016, sekarang cuma tinggal beberapa
gelintir saja yang hadir.
Baca Juga:
Habib Rizieq Bebas, Ini Respon Pecinta HRS di Majalengka
"Orang sudah bosan
dan sibuk dengan kegiatan
sehari-hari. Sulit sekali mengorganisasi massa besar seperti waktu sebelum
Pilgub 2017. Di mana isu agama untuk menjatuhkan Ahok berhasil, dan Anies
menang," kata dia.
Selain itu, Denny
kemudian menganalisa kembali kenapa Habib Rizieq dibutuhkan pulang kembali ke
Tanah Air. Sebab, di dalam tubuh FPI juga dinilai terjadi dualisme perebutan
kepemimpinan.
Alhasil, hilangnya sosok Rizieq yang
disebut sebagai pemersatu bangsa, membuat ikatan emosional di antara mereka menjadi
sangat longgar.
Dan ini dinilai
bahaya buat mereka sendiri. Hingga kemudian harus dilakukan berbagai cara dan
upaya untuk mempertahankan gerakan tetap kuat seperti dulu. Termasuk
memulangkan Habib Rizieq ke Indonesia.
Dideportasi
Sebelum
isu pulang menjadi menggema seperti sekarang ini, kelompok Islam di Tanah Air
berusaha mempertahankan gerakan dengan berbagai strategi.
Salah
satunya, kata Denny, memunculkan sosok Habib Rizieq melalui baliho-baliho besar
di pinggir jalan.
"Supaya
orang tetap ingat. Pemberian gelar Imam Besar juga sengaja dibangun, supaya
jemaahnya tetap terpusat. Ini lebih pada pencitraan atau lebih kepada branding
yang dibangun secara terus menerus, supaya kepercayaan jemaah terjaga,"
katanya.
Tetapi
waktu jugalah yang kemudian membuktikan. Pengikutnya benar-benar membutuhkan
sosok Rizieq di depan mata, bukan sekadar baliho.
Maka itu, mobilisasi
kepulangan Rizieq lalu terus dijalankan, yang disebut turut dibantu sejumlah
tokoh politik di belakang layar.
"Sebenarnya Rizieq
sudah tenang di Arab Saudi. Itu seperti pulang ke tanah kelahirannya sendiri.
Tapi dia juga pasti bosan, karena di sana enggak ada konflik kayak di
Indonesia."
"Di mana
eksistensinya diakui dan punya penggemar di sini. Maka dia berusaha untuk
pulang supaya punya peran, dan selalu diingat jemaah," kata Denny lagi.
Sementara, lanjutnya,
kondisi itu kian memungkinkan usai Rizieq
dideportasi alias dikeluarkan paksa oleh Arab Saudi.
Info itu, kata
Denny, merupakan ungkapan Dubes RI untuk Arab Saudi Agus Maftuh
Abegebriel.
Maka dengan begitu,
Indonesia tentu wajib menerima. Sebab,
negara tak boleh membiarkan warganya tidak punya kewarganegaraan atau stateless.
Dan itu bisa jadi
skandal besar bagi negara dan memungkinkan bakal membesarkan nama Habib Rizieq.
"Serba salah memang,"
pungkasnya. [dhn]