"Padahal, ini melibatkan suara mereka, kalau sistemnya tertutup ya mereka tidak tahu calon-calonnya siapa saja tetapi kalau terbuka kayak gini paling tidak semua caleg bisa turun dan publik bisa mendapatkan pendidikan politik secara langsung," tutur Nurul.
Menurutnya, berbeda dengan sistem proporsional terbuka. Sebab, dengan proporsional terbuka, masyarakat bisa protes atau komplai kepada caleg yang dipilihnya. Nurul berharap agar proporsional tetutup tak dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca Juga:
Mustikaningrat Tampil Memukau, Visi Ekonomi Sumedang Sugih Jadi Sorotan Debat Pilkada
"Program bisa ditanyakan, kemudian komitmennya bisa dipertanyakan, dia paling tidak bisa kenal siapa yang mau dipilih. Istilahnya, kalau saya memilih anda, terus anda tidak komit, saya kan bisa komplain atau bahkan tidak memilih lagi. Kalau sekarang kalau sistemnya berubah, tidak bisa lagi seperti itu," ujar Nurul.
Diketahui, 8 partai politik parlemen yakni Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, PPP, PAN, Partai Demokrat, PKS menyatakan menolak sistem pemilu proporsional tertutup. Namun, hanya PDIP yang setuju proporsional tertutup kembali digunakan di Pileg 2024. [eta]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.