WahanaNews.co | Mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Andrinof Chaniago, menyebut pelabelan proyek oligarki terhadap pemindahan ibu kota negara (IKN) terlalu dipaksakan.
Ia menjelaskan, kajian pemindahan IKN telah melalui proses panjang dan berdasarkan pertimbangan akademis.
Baca Juga:
Pembangunan IKN Dimulai, Material Mulai Berdatangan, Ops Nusantara Lakukan Pengamanan
"Jadi jangan sedikit-sedikit dikaitkan dengan oligarki, konteksnya dipaksa-paksakan," kata Andrinof dalam webinar 'Ibu Kota Baru untuk Siapa?' Jumat (28/1/2022).
Perencanaan IKN disebut telah dilakukan bertahap sejak 2005 hingga 2019.
"Tiba-tiba dituduh proyek oligarki. Saya sebagai akademikus tersinggung," ucapnya.
Baca Juga:
Ingatkan KPU, Ketua MPR RI Sebut Pemekaran Wilayah Berpotensi Hambat Pemilu 2024
Andrinof mengatakan, pemindahan ibu kota dilakukan guna menyelesaikan masalah ekonomi yang tak merata.
Sebab, saat ini pergerakan ekonomi berpusat di Pulau Jawa, sementara pulau lain berjalan lamban.
Ia menyebut pemindahan ibu kota dapat mengurangi beban penduduk di Pulau Jawa.
Mengingat, berdasarkan penelitian, jumlah penduduk di Jawa pada 2060 bisa mencapai 360 juta jiwa.
"Kita lihat penyebaran penduduk melalui transmigrasi saja gagal."
"Di Papua gagal, di Kalimantan gagal, karena magnet Pulau Jawa luar biasa," ulasnya.
Di sisi lain, Andrinof mengatakan, proyek publik strategis seperti pembangunan IKN mestinya didominasi oleh anggaran yang berasal dari publik.
"Lebih baik yang namanya proyek publik strategis itu didominasi oleh anggaran publik," ucapnya.
Menurutnya, salah jika dana pembangunan kawasan IKN di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, bersumber dari anggaran pelaku bisnis.
Sebab bila hal itu dilakukan, maka dikhawatirkan kebijakan yang berorientasi publik nantinya menjadi bias.
"Bukan oleh anggaran yang berasal dari pelaku bisnis, karena nanti kebijakan publik akan bias," tuturnya.
Meski begitu, Andrinof mengaku pemerintah harus realistis melihat bagaimana kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada tahun depan.
Sehingga, dana yang diperlukan untuk pembiayaan pembangunan IKN bisa terukur.
"Kalau itu diberatkan ke APBN saya lebih setuju."
"Tapi tentu saja kita harus realistis berapa kemampuan APBN tahun depan, itu yang penting," cetusnya. [rin]