WahanaNews.co |
Anggota Komisi III DPR RI, Benny K Harman, meminta agar Kejaksaan Agung (Kejagung)
menangani kasus dugaan korupsi di BPJS Ketenagakerjaan secara serius.
Menurutnya, kasus ini bisa
mempengaruhi kepercayaan publik pada layanan BP Jamsostek ini.
Baca Juga:
Pemprov Sumatera Barat Tanggung Premi BPJS Ketenagakerjaan untuk 3.000 Nelayan
Hal ini diungkapkan Benny
saat rapat kerja Komisi III bersama dengan Jaksa Agung, yang membahas tentang
agenda penanganan kasus yang menarik perhatian publik dan koordinasi yang
dilakukan dengan lembaga terkait.
"Oleh sebab itu, kami
mohon sekali, ada penanganan yang sungguh-sungguh dari pihak kejaksaan terhadap
kasus BPJS ini. Jadi, bagaimana penanganan hukum ini tidak mengganggu trust publik terhadap BPJS. Ini menjadi
hal yang perlu dijadikan pertimbangan, dan mohon penjelasan Bapak Jaksa
Agung," papar Benny, di ruang rapat Komisi III, Gedung Nusantara II,
Senayan, Jakarta, Senin (14/6/2021).
Kalau penanganan kasus BPJS
Ketenagakerjaan tidak diatasi secara sunggung-sungguh, maka publik akan hilang
kepercayaan.
Baca Juga:
BPJS Ketenagakerjaan Melindungi Ratusan Kader Keluarga Berencana di Solo
Tenaga kerja diwajibkan untuk
membayar, bagi perusahaan kalau tidak membayar akan dipidana, tapi tragisnya
uang iurannya dikorupsi.
"Jadi, lama-lama, nanti
publik akan bilang, ya ndak usahlah
kita kasih BPJS Ketenagakerjaan kalau hasilnya juga dikorupsi," ujar
Benny.
BPJS Ketenagakerjaan atau BP
Jamsostek diduga melakukan korupsi penyimpangan pengelolaan keuangan dan dana
investasi.
Sebelumnya, penyidik Kejagung
sudah menggeledah kantornya, sejumlah pejabat dan karyawan juga sedang
diperiksa sebagai saksi atas pengajuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Ada 20 pejabat dan karyawan
yang diperiksa sebagai saksi dari kantor pusat BPJS Ketenagakerjaan.
Namun, sampai saat ini,
Kejagung belum menemukan adanya perbuatan melawan hukum dalam perkara dugaan
korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi BPJS Ketenegakerjaan.
Di sisi lain, Jaksa Agung
Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Ali Mukartono, mengatakan, kasus itu
bermula dari adanya laporan korupsi investasi di BPJS Ketenagakerjaan yang
diduga merugikan negara senilai Rp 22 triliun.
Penyidik kemudian melakukan
pemeriksaan, dan sampai saat ini belum selesai memeriksa jutaan transaksi milik
BPJS Ketenagakerjaan.
Dalam meneliti kasus BPJS
Ketenagakerjaan, Kejagung melibatkan BPK dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Hasilnya belum ada transaksi
saham yang mengarah ke tindak pidana korupsi. [dhn]