WahanaNews.co | Pengamat komunikasi politik Jamiluddin Ritonga melihat adanya perbedaan penanganan oleh aparat kepolisian dalam kasus Edy Mulyadi dan Arteria Dahlan.
Menurut dia dua kasus tersebut sama-sama dugaan ujaran kebencian bernada suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Baca Juga:
Kasus 'Kalimantan Tempat Jin Buang Anak': Edy Mulyadi Dituntut 4 Tahun Penjara
"Perbedaan itu terlihat dari respons kepolisian terhadap dua kasus tersebut. Polisi terlihat begitu cepat merespons kasus Edy Mulyadi, sementara kasus Arteria Dahlan terkesan belum ditangani," ujar Jamiluddin, Selasa (1/2).
Dia menyebutkan laporan masyarakat tentang kasus Arteria Dahlan lebih dahulu masuk ke polisi daripada kasus Edy Mulyadi.
Akademisi dari Universitas Esa Unggul itu juga menyebutkan respons masyarakat terhadap dua kasus itu relatif sama.
Baca Juga:
Suku Dayak Masih Tunggu Edy Mulyadi Minta Maaf soal 'Jin Buang Anak'
"Jadi, demi tegaknya hukum, sepatutnya kasus Arteria Dahlan juga segera diproses polisi. Dengan begitu, masyarakat tidak melihat adanya perlakuan hukum yang berbeda terhadap setiap warga negara," ucap mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta itu.
Jammiludin menduga lambatnya penanganan kasus Arteria Dahlan diduga karena yang bersangkutan merupakan anggota DPR dari partai penguasa.
Dia menyebutkan jika untuk memeriksa anggota DPR memang membutuhkan izin presiden, seharusnya polisi menyampaikannya ke masyarakat agar dapat dipahami lambatnya penanganan proses hukum kasus Arteria Dahlan.
"Masalahnya, apakah polisi memang sudah mengajukan permohonan kepada Presiden untuk memproses kasus Arteria Dahlan? Untuk itu, polisi perlu terbuka ke masyarakat agar tidak muncul penilaian liar yang merugikan lembaga kepolisian," pungkas Jamiluddin.
Bareskrim Polri resmi menetapkan YouTuber Edy Mulyadi sebagai tersangka ujaran kebencian bermuatan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) tentang 'tempat jin buang anak', Senin (31/1).
Penyidik Bareskrim Polri juga langsung menahan Edy Mulyadi untuk 20 hari ke depan.
"Setelah diperiksa sebagai tersangka dari pukul 16.30 sampai dengan 18.30 WIB untuk kepentingan penyidikan perkara dimaksud, maka terhadap Saudara EM, penyidik melakukan penangkapan dan dilanjutkan penahanan," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Hubungan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan di Markas Besar Polri, Senin (31/1).
Edy Mulyadi sendiri terancam hukuman penjara di atas sepuluh tahun akibat pernyataannya tersebut. [qnt]