WahanaNews.co, Jakarta - Gugatan terkait aturan pembatasan keterlibatan perangkat desa menjadi pengurus di partai politik (parpol) dalam Pasal 51 huruf g Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa ditolak Mahkamah Konstitusi (MK).
Gugatan itu diajukan oleh Mahmudi yang menjabat sebagai sekretaris desa di Leran Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur. Dia ingin aturan yang ada diubah dan memperbolehkan perangkat desa menjadi pengurus parpol.
Baca Juga:
Saat Kampaye Paslon Pilkada Talaud Libatkan Perangkat Desa Kini Jadi Tersangka
"Mengadili menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan perkara nomor 76/PUU-XXI/2023 di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (30/8/2023) melansir CNNIndonesia.
Hakim Afief Hidayat menyebut dalam menjalankan pemerintahan desa dibutuhkan pemangku jabatan yang netral serta bebas dari pengaruh kepentingan politik tertentu.
Arief menyebut sikap netral itu dibutuhkan agar perangkat desa dalam menjalankan tugasnya memusatkan perhatian pada kepentingan publik. Oleh sebab itu, kata Arief, pembatasan keterlibatan politik bagi kepala desa maupun perangkatnya dalam politik harus diatur.
Baca Juga:
APDesi Minta Pj Wali Kota Subulussalam Cairkan Honor Perangkat Desa
"Demi kepentingan dan kesejahteraan masyarakat desa," ujarnya.
Arief menjelaskan larangan itu tidak dapat diartikan sebagai bentuk penghilangan kemerdekaan berserikat dan berkumpul dalam suatu wadah parpol. Dia menegaskan pembatasan tersebut dikarenakan terdapat kepentingan publik yang lebih besar.
Arief mengatakan atas pertimbangan itu, Mahkamah menilai dalil pemohon yang mengatakan pelarangan terhadap perangkat desa untuk menjadi pengurus parpol adalah pelanggaran untuk berserikat dan berkumpul tidak beralasan menurut hukum.
Dalam risalah sidang pendahuluan, pemohon merasa memiliki hak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
Selain itu, pemohon juga mengatakan dirinya memiliki hak untuk mendapat pendidikan politik dari partai politik sebagaimana fungsi Partai Politik, tidak pernah Pemohon dapatkan dikarenakan ketentuan Pasal 29 huruf g, Pasal 51 huruf g dan Pasal 64 huruf h UU Desa. Oleh sebab itu dia menggugat UU Desa.
[Redaktur: Alpredo Gultom]