WAHANANEWS.CO, Jakarta - Berdasarkan teori dalam khasanah hukum keluarga, sistem perceraian dibagi menjadi dua klasifikasi, yaitu perceraian berdasarkan kesalahan (fault-based divorce) dan perceraian tidak berdasarkan kesalahan (non-fault-based divorce).
Di Indonesia sendiri, berdasarkan UU Perkawinan Tahun 1974, membuat negara ini menganut sistem yang lebih condong ke arah sistem perceraian berbasis kesalahan (fault-based divorce) dan salah satu asas penting yang ditekankan adalah mempersulit perceraian dengan ditetapkannya perceraian harus diajukan ke muka sidang pengadilan dan harus disertai dengan alasan-alasan perceraian.
Baca Juga:
UGM Batalkan Acara Soft Launching Buku 'JOKOWI's WHITE PAPER' Karya Roy Suryo Cs
Hal itu disampaikan Dosen Fakultas Hukum UGM Prof. Dr. Hartini, S.H., M.Si., dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Penyelesaian Perkara dalam Hukum Islam, Kamis (30/10/2025), di Ruang Senat Gedung Pusat UGM, dikutip dari portal resmi UGM.
Hartini dalam pidatonya yang berjudul “Memodifikasi Model Perceraian Tidak Berbasis Kesalahan Dalam Hukum Acara Peradilan Agama di Indonesia” menambahkan, meskipun condong menganut sistem kesalahan, ternyata hukum perceraian di Indonesia mengadopsi pula konsep non kesalahan, ondeelbare tweespalt.
Konsep ini berasal dari bahasa Belanda, yang berarti mengacu pada percekcokan atau perselisihan yang terus-menerus dan tidak ada harapan lagi untuk hidup rukun dalam rumah tangga.
Baca Juga:
Mahasiswi UGM Ditemukan Meninggal di Selokan Pinggir Jalan Magetan
“Hal ini menjadi dasar utama bagi pasangan yang akan mengajukan perceraian dengan sistem non kesalahan,” jelasnya.
Selanjutnya, Hartini menjelaskan bahwa bagaimana yurisprudensi Mahkamah Agung dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) telah memperluas makna Pasal 19 huruf f, bergeser dari mencari kesalahan menjadi lebih fokus pada pembuktian bahwa perkawinan sudah pecah (broken marriage).
SEMA terbaru No. 03 Tahun 2023 bahkan mewajibkan pembuktian pisah tempat tinggal minimal enam bulan secara kumulatif dengan perselisihan dan pertengkaran terus-menerus.