WahanaNews.co, Jakarta - Hukuman istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi telah diubah Mahkamah Agung (MA) dari semula 20 tahun penjara menjadi 10 tahun penjara di tingkat kasasi
Terdapat alasan di balik putusan MA tersebut, salah satunya karena Putri dinilai bukan sebagai inisiator dalam pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Baca Juga:
Kasus Kerangkeng Manusia, MA Batalkan Vonis Bebas Eks Bupati Langkat
Seperti melansir dari CNNIndonesia.com, majelis hakim berpendapat putusan yang menjatuhkan pidana kepada Putri dengan pidana penjara selama 20 tahun kurang mempertimbangkan sejumlah keadaan meringankan.
"Bahwa terdakwa bukan inisiator pembunuhan terhadap korban, karena sejak awal Terdakwa memberitahu saksi Ferdy Sambo sesungguhnya terdakwa ingin permasalahan dapat diselesaikan dengan baik tanpa kekerasan, bahkan pada waktu di Magelang Terdakwa telah berinisiatif memanggil korban dan memaafkan perbuatan Korban," demikian tertuang dalam salinan lengkap putusan perkara Nomor: 816 K/Pid/2023 dilansir dari laman MA, Senin (28/8).
Lalu, majelis hakim berpendapat dari segi keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatannya, Putri bukan sebagai orang yang terlibat langsung melakukan pembunuhan terhadap korban karena yang melakukan penembakan terhadap korban adalah Richard Eliezer Pudihang Lumiu dan Ferdy Sambo.
Baca Juga:
Ditjen Pemasyarakatan Tegaskan Terpidana Mati Mary Jane Belum Bebas
Majelis hakim mengatakan Richard sebagai pelaku pembunuhan telah dijatuhi pidana penjara selama satu tahun enam bulan serta telah berkekuatan hukum tetap.
"Maka dalam penjatuhan pidana terhadap terdakwa sudah sepatutnya bersifat proporsional atau sesuai dengan kesalahannya," jelas majelis hakim.
Selain itu, majelis hakim juga mempertimbangkan bahwa Putri merupakan ibu dari empat orang anak. Ia juga disebut memiliki putra bungsu masih di bawah usia tiga tahun yang tentunya membutuhkan asuhan, kasih sayang dan perhatian dari orang tua.
Perkara ini diadili oleh Ketua Majelis Kasasi Suhadi dengan hakim anggota masing-masing Suharto, Jupriyadi Desnayeti dan Yohanes Priyana.
Dalam putusannya, majelis hakim berpendapat bahwa alasan kasasi penuntut umum pada pokoknya menyatakan telah sependapat dengan putusan Judex Facti (hakim-hakim yang memeriksa fakta) dan mohon untuk tetap mempertahankan putusan tersebut.
Oleh karena itu, maka permohonan kasasi penuntut umum tersebut tidak perlu dipertimbangkan lebih lanjut dan harus dikesampingkan karena alasan kasasi penuntut umum bukan merupakan alasan kasasi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 253 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Sementara itu, majelis hakim berpendapat bahwa alasan kasasi Putri tidak dapat dibenarkan. Karena putusan Judex Facti yang menyatakan Putri terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana "Turut serta melakukan pembunuhan berencana" sebagaimana diatur dalam Pasal 340 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, tidak salah menerapkan hukum.
"Judex Facti juga telah mengadili Terdakwa dalam perkara a quo sesuai hukum acara pidana yang berlaku serta tidak melampaui wewenangnya," ujar hakim.
Selain itu, pihak Putri yang mengajukan bukti terkait alasan Putri telah menjadi korban kekerasan seksual di rumahnya di Magelang pada 7 Juli 2022 berupa keterangan terdakwa; keterangan Ahli Psikologi Forensik; keterangan ahli pidana yang dihadirkan penasihat hukum terdakwa, yakni Mahrus Ali dan Said Karim; Laporan Hasil Pemeriksaan Psikologi Forensik oleh Apsifor Nomor 056/E/HPPF/APSIFOR/IX/2022 tanggal 6 September 2022; BAP Ferdy Sambo; Rekomendasi Komnas HAM dan Komnas Perempuan; keterangan saksi Susi, dan saksi Kuat Ma'ruf; ditinjau dari sudut Kriminologi sebagaimana pendapat Ahli Muhammad Mustofa.
Majelis hakim berpandangan hal itu tidak cukup alat bukti untuk mengungkap keadaan tersebut menjadi motif adanya kekerasan seksual karena tidak diperkuat dengan alat bukti visum et repertum.
Adapun akhirnya, majelis hakim memutuskan untuk menolak permohonan kasasi dari penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dan Putri Candrawathi.
Majelis hakim pun memperbaiki pidana penjara yang dijatuhkan kepada Putri menjadi pidana penjara yang awalnya selama 20 tahun menjadi 10 tahun.
[Redaktur: Alpredo Gultom]