WAHANANEWS.CO, Jakarta - Berdasarkan olah data yang dilakukan ICW dari situs KPU yang mengunggah laporan akhir dana kampanye (LADK) tiap paslon, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Seira Tamara mencatat dari 103 paslon pilgub di Pilkada serentak 2024 rata-rata menerima dana sumbangan untuk kampanye sebesar Rp3,8 miliar yang berasal dari berbagai sumber.
Ia menjelaskan sumbangan dana kampanye itu berasal dari empat sumber yakni partai politik, paslon itu sendiri, individual perorangan, dan badan swasta.
Baca Juga:
Mengungkap Rahasia Alam: Gempa Bumi Ternyata Kunci Pembentukan Bongkahan Emas
"Laporan dana kampanye ini rata-rata penerimaan dari sumbangan pasangan calon yang tercatat dan juga dipublikasikan melalui portal milik KPU tersebut itu hanya sebesar Rp3,8 miliar," kata Seira di Rumah Resonansi ICW, Jakarta Selatan, Rabu (11/12) mengutip CNN Indonesia.
"Sebanyak 67 dari 103 paslon itu terpantau masih mengandalkan sumbangan yang berasal dari kantong pribadinya," imbuhnya.
Meski begitu, Seira mengatakan ICW menemukan ketidakseimbangan dari rata-rata jumlah penerimaan dengan rata-rata pengeluaran dana kampanye tiap paslon.
Baca Juga:
Penelitian Ungkap Generasi X dan Milenial Berisiko Tinggi Alami Kanker
Ia menyebut rata-rata paslon bahkan tidak mengeluarkan ongkos kampanye lebih dari setengah rata-rata sumbangan yang diterima.
"Sedangkan untuk rata rata pengeluarannya dari 103 pasangan calon tersebut rata ratanya adalah sebesar 1,4 miliar dana yang mereka catatkan yang dikeluarkan selama kegiatan kampanye," tutur dia.
Ia juga menyebut ada anomali data dari LADK KPU yang mencatat terdapat 33 paslon pilgub yang tidak mengeluarkan duit sepeserpun untuk kampanye.
"Dari 103 paslon tersebut ada 33 paslon yang pada saat data ini kami kumpulkan mereka mencatatkan pengeluarannya sebesar 0 rupiah," ujar dia.
Lebih lanjut, Seira menilai ketidakseimbangan dan anomali data itu menunjukkan KPU belum transparan dalam menampilkan LADK tiap paslon.
Terlebih, kata dia, sumber pemberi sumbangan kampanye tak ditampilkan secara rinci dalam unggahan di situs KPU.
"Bagaimana ternyata portal milik KPU juga tidak aksesibel dan tidak cukup transparan untuk memberikan gambaran kepada kita soal penerimaan dan juga penggunaan dana kampanye oleh masing-masing paslon," ujar dia.
[Redaktur: Alpredo Gultom]